Kata
pengantar
Syukur Alhamdulillah, itulah kata yang paling pantas
kita ucapkan kepada Allah SWAT, karena berkat dan rahmat-Nyalah sehingga
penulis dapat menyelesaikan buku yang berjudul “Dasar Dasar Jurnalistik, Jurnalistik dalam Perspektif Islam”. Shalawat
serta salam semoga selalu tercura kepada baginda Rasulullah SAW. Rasul yang
diutus ke duania ini untuk menyampaikan kabar gembira. Rasulullullah merupakan
sang Jurnalis sejati, panutan sekaligus contoh bagi para Jurnalis.
Dalam buku ini, dibahas tentang sejarah singkat
jurnalistik dan bagaimana jurnalistik sebenarnya lahir dari islam. Penulis juga
mencoba mengaitkan antara jurnalistik dan islam. Penulis merasa tertarik
mangambil judul ini karena penulis beranggapan bahwa kegiatan jurnalistik
bagian dari kegiatan dakwah islam. Dalam buku ini penulis menguraikan tentang dasar-dasar
jurnalistik dan bagaimana peran jurnalis muslim dalam mengemban misi dakwah.
Selain itu, buku ini juga diharapkan mampu menjadi pedoman bagi para jurnalis
maupun calon-calon jurnalis. Menurut penulis, suatu saat nanti profesi jurnalis adalah profesi yang
paling diminati.
Dengan selesainya buku ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang membatu, baik secara moril maupun materil.
Ucapan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta, Modding, S.Pd.I., dan
Suaeba. Kepada Dosen mata kuliah Grafikan dan Penerbitan “Ibu Dian Muhtadiah
Hamna”. Kepada teman-teman Jurnalistik A yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu. Dan kepada sahabat penulis
“Nurhayati” Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah
membantu meminjamkan Laptopnya kepada penulis.

Amin
Gowa , Juli 2016
Penulis
Daftar
isi
Kata pengantar……………………………………… i
Daftar isi……………………………………………… iv
A. Sejarah
jurnalistik ……………………………… 1
B. Pengertian
Jurnalistik…………………………. 4
C. Pengertian
Berita……………………………….. 9
D. Sembilan
Elemen Jurnalistik…………………. 12
E. Koded
Etik Jurnalistik dan Kode
Etik Wartwana Indonesia……………………… 18
F. Jenis-jenis
berita……………………………….. 26
G. Tekhnik
Penulisan berita……………………… 31
H. Jurnalis
Mengembang Misi Dakwah ………... 53
I. Tantangan
Jurnalistik Islam…………………... 66
Daftar Pustaka 68
Tentang Penulis 70
PEMBAHASAN
A.Sejarah
jurnalistik
Mungkin
kita sudah sering mendengar istilah Jurnalistik, namun belum tahu apa
sebenarnya Jurnalistik itu. Untuk mengetahui lebih jauh tentang apa sebenarnya
jurnalistik, kita akan membahas kita akan membahas secara singkat asal usul
atau sejarah singkat jurnalistik.
Berbicara
tentang sejarah jurnalistik, pada dasarnya kegiatan jurnalistik sudah ada sejak
zaman dahulu jauh sebelum peradaban dunia. Perlu diketahui bahwa jurnalistik
adalah proses pencarian, pengumpulan dan penyampain informasi. Jadi dapat
dikatakan bahwa proses penyampaian informasi sudah dimulai sejak manusia
pertama diciptakan yaitu nabi Adam As.
Dalam
sejarah dikatakan bahwa Nabi Adam As, pernah menyampaikan informasi dari Allah
kepada putranya Qabil dan Khabil untuk berkurban. Menurut hemat penulis ini
merupkan salah satu bentuk proses jurnalistik yang terjadi pada masu lalu. Bagaimana
Nabi Adam As memperoleh informasi dari Allah SWT, yang kemudian di sampaikan
kepada putra- putranya.
Perlu
diktahui bahwa Nabi diutus kedunbia ini untuk menyampaikan ajaran Allah SWT dan
menyampaikan nilai-nilai kebenaran
Dalam
pengertiannya, Nabi adalah pembawa berita. Ini menandakan bahwa jurnalistik
sudah ada sejak dahulu jauh sebelum peradaban manusia. Akan tetapi istilah
jurnalistik belum ada akan tetapi merupakan kegiatan jutnalistik. Namun untuk
lebih jelasnya kapan kapan kegiatan jurnalistik bermula, itu mulai pada tahun
131 SM di era Caesar Romawi, yakni ketika pihak kerajaan membuat sebuah media
internal kerajaan yang disebut Acta Diurna. Sebenarnya media Acta
Diurna bukan meruapakan surat kabar, majalah, atau tabloid seperti yang ada
sekarang. Media ini jurstru merupakan sebuah papan pengumuman yang ditempatkan
disekitar istana dan tidak jauh dari kota Roma. Isinya merupakan berita-berita
resmi pemerintahan yang berlaku saat itu, mulai dari peristiwa mutasi pejabat,
jadwal pembayaran dan jumlah pajak yang harus dibayar oleh warga, jadwal
kegiatan kenegaraan, acara keluarga pihak kekaisaran, putusan hukum yang
melibatkan warganya, kegiatan militer dan pengumuman lainnya.
Perlu
diketahui bahwa istilah jurnalistik berasal dari bahasa belanda yaitu journalistiek.
Seperti halnya istilah bahas inggris (journalism), merupakan terjemahan
dari bahasa latim (diurnal) yang berarti harian. Jurnalistik juga
berasal dari bahasa Perancis, do jour, yang berarti hari. Dengan
demikian jornal berarti catatan harian tentang hal-hal yang dianggap
penting yang terjadi pada hari itu. secara sederhana, jurnalistik boleh
disefinisikan sebagai teknik mengolah suatu informasi sehingga layak menjadi
berita.[1] Diurnalis yaitu
orang yang melakukan pekerjaan jurnalistik. Profesi ini mulai berkembang
seiring ditemukannya alat percetakan oleh Johannes Gutenberg pada awal abad
ke-15, yang mempermudah perbanyakan media dalam waktu singkat.[2]
B.Pengertian
jurnalistik
Pada
bagian sejarah jurnalistik, sudah disinggung sedikit tentang pengertian jurnalistik.
Jadi sedikit banyaknya kita sudah memiliki gambaran tentang pengertian
jurnalistik. Jurnalistik atau journalism berasal dari perkataan journal,
yang artinya catatan harian, atau
catatan mengenai catatan kejadian sehari-hari atau juga bisa berarti surat
kabar. Journal berasal dari perkataan Latim diurnallis, artinya
harian atau tiap hari. Dari perkataan itulah lahir kata Jurnalis, yaitu orang
yang melakukan pekerjaan jurnalistik.
MacDougall
dalam Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat (2009) menyebutkan bahwa journalisme
adalah kegiatan menghimpun berita, mencari fakta, dan melaporkan peristiwa. Jurnalisme sangat penting dimana pun dan
kapan pun. Jurnalisme sangat diperluka dalam suatu Negara demokrasi. Tak peduli
apa pun perubahan-perubahan yang terjadi
dimasa depan baik sosial, ekonomi, politik mau pun yang lain-lainnya. Tak dapat
dibayangkan, akan pernah ada saatnya ketika tiada seorang pun yang fungsinya
mencari berita tentang peristiwa yang terjadi dan menyampaikan berita tersebut
kepada khalayak ramai, dibarengi denga penjelasan tentang peristiwa itu.[3]
Jika
ditinjau dalam perspektif islam, jurnalistik adalah kegiatan kenabian. Dilihat
dari pengertian Nabi, yang berasal dari kata Naba yang berarti berita dan sedangakan
Nabi adalah penyampai berita. Jadi dapat dikatakan bahwa Jurnalistik adalah
bagian dari kegiatan kenabian dan Jurnalis di zaman sekarang bisa dikatakan
orang yang mengemban tugas-tugas kenabian atau lebih kerennya lagi Jurnalis
bisa disebut sebgai Nabi-nabi masa kini.
Dalam
sebuah hadist dikatakan bahwa “sampaikanla walaupun satu ayat” dalam
hadist ini secarang tidak langsung memerintahkan kita untuk selalu menyampikan
informasi atau berita kepada khalayak. Dan inilah yang menjadi tugas utama
seorang Jurnalis.
Begitu
pentingnya suatu berita, sampai-sampai Allah SWT mengabadikannya dalam alquran
yaitu surat Al-Naba yaitu berarti berita besar.
Profesi
jurnalistik setiap hari berkutak dengan aktifitas yang berkaitan dengan
kreativitas, mulai dari mencari dan menemukan gagasan, meramunya,
merangcangnya, hingga akhirnya menjadi sesuatu yang bisa dinikmati masyarakat
dalam waktu singkat. Profesi ini merupakan satu dari beberapa profesi yang
selalu menuntut kreativitas dalam waktu singkat.
Setiap
hari, bahkan setiap jam selalu ada perubahan dalam profesi. Nyaris tak ada
pekerjaan sama yang berulang, yang dilakukan seorang reporter atau mereka yang
berkecingpun di media massa. Kedinamisan itulah yang menjadi ciri khas dunia
jurnalistik. Bagi reporter yang kerja di lapangan, kondisi ini menuntut mereka
untuk siap menerima perubahan setiap saat.[4]
Dilihat
dari perspektif islam, Jurnalis hampir tidak ada bedanya dengan Nabi, keduanya
mempunyai tugas yang sama yaitu untuk menyampaikan berita atau kabar kapada
masyarakat. Jurnalis/wartawan islam dituntut untuk selain menaati kode etik
jurnalistik yang ada, mereka juga dituntut untuk memiliki sifat-sifat kenabian
agar dalam menjalankan tugas mereka tetap berada dalam koridor esensi
jurnalistik itu sendiri.
Reporter
/ Jurnalis adalah profesi yang mengumpulkan dan menganalisis informasi kemudian
menuliskan laporannya kepada media tempat mereka bekerja. Hasil liputan
wartawan ini akan diseleksi, diolah, dan disajikan dalam bentuk berita sesuai
dengan jenis medianya, seperti cetak, media elektronik, dan media online.[5]
Diantara
sifat Nabi yang hendak dimiliki oleh seorang Jurnalis adalah sebagai berikut:
1. Shiddiq
Al-shidiq mengacu kepada pengertian jujur
dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan. Dalam konteks jurnalistik,
shiddiq adalah menginformasikan sesuatu yang benar dan membela serta menegakkan
kebenaran itu. Standar kebenarannya tentu saja kesesuaian dengan ajaran Islam
(Quran dan As-Sunnah).
2. Amanah
Amanah
artinya terpercaya, dapat dipercaya, karenanya tidak boleh berdusta,
merekayasa, memanipulasi atau mendistorsi fakta. Inilah yang menjadi tugas
seorang Jurnalis, bukan hanya Jurnalis muslim akan tetapi semua Jurnalis wajib
memiliki sifat amanah.
3. Tabligh
Tabligh artinya
menyampaikan, sudah menjadi tugas seorang Jurnalis untuk menyampaikan berita kepada
khalayak. Selain itu, tabligh juga bisa artikan yakni menginformasikan
kebenaran, bukan malah memutarbalikkan kebenaran
4. Fathonah
Fathonah
artinya cerdas dan berwawasan luas. Jurnalis muslim dituntut mampu menganalisis
dan membaca situasi, termasuk membaca apa yang diperlukan umat dengan
meneladani kecerdasan Nabi Muhammad (prophetic intelligence). (Sumber: Romli
(2003: 38-39)[6]
dan istilah yang sering digunakan di Jurusan Jurnalistik UIN Alauddin Makassar
bahwa seorang Jurnalis itu “harus mengetahui banyak dari sedikit hal dan
mengetahui sedikit dari banyak hal”. Maksudnya ialah Jurnalis selain
menguasai bidangnya sebagai Jurnalis, Jurnalis itu juga harus memiliki
pengetahuan sedikit tentang bidang ilmu lain. Dengan kata lain, seorang
Jurnalis harus memiliki wawasan yang luas.
C.Pengertian
berita
Untuk
mencari pengertian berita, memang agak gampang-gampang susah. Tak banyak orang
maupun wartawan yang bisa menjelasnkan apa pengertian berita. Berbicara tentang
berita, dalam bahasa arab banyak istilah yang berkaitan dengan dengan berita. Misalnya,
al hadist, khabar, jadid, dan Al-naba.
Kalau
kita kembali ke tugas Nabi dan Rasul, yang diutus ke dunia ini untuk
menyampaikan menyampiakan kabar gembira kepada umat manusia. Mungkin dari situ
kita bisa menarik kesimpulan tentang pengertian berita. Berita adalah suatu
peristiwa atau informasi penting yang dipublikasikan kepada khalayak.
Sama
halnya dengan yang penulis dapat dibangku kuliah bahwa berita itu adalah bukan
hanya sekadar penting, baru, dan menarik. Akan tetapi, suatu peristiwa atau
informasi penting bisa dikatakan berita ketika sudah dipublikasikan. Seberapa
penting dan menariknya suatu informasi, belum bisa dikatakan berita ketika
belum di publikasikan ke khalayak ramai.
Pers
barat memandang berita itu sebagai komoditi, sebagai barang dagangan yang dapat
diperjual belikan. Oleh karena itu, sebagai barang dagangan ia harus menarik.
Tidak heran kalau pers barat mendefenisikan berita seperti yang diberika raja
pers dari inggris. Lord Northcliffe, yang mengatakan bahwa “News anything
out of ordinary” (berita adalah segala sesuatu yang tidak biasa). Dan
seorang wartawan bernama Walkley menambahkan combined with the element of
surprise.” ( digabungkan dari unsur kejutan)[7]
Dalam
islam sendiri dikenal dua berita yaitu berita besar atau berita biasa. Berita
besar dalam islam disebut Al-Naba, Allah SWT mengabadikan suatu berita besar
dalam Al-Quran yaitu pada surah Al-Naba. Sedangkan peristiwa biasa dikenal
dengan istilan Al-hadist, Khabar dan Al-jadid.
Berbicara
tentang difinisi berita, berikut beberapa definisi berita menurut para ahli:
Paul
De Massenner dalam buku Here’s The News : Unusco Associate, menyatakan,
news atau berita adalah sebuah informasi yang penting dan menarik perhatian
serta minat khlayak pendengar. Charnley dan James M. Neal menuturkan, berita
adalah laporan tentang suatu peristiwa, opini, kecenderungan, situasi, kondisi,
interpretasi yang penting, menarik, dan masih baru dan harus secepatnya
disampaikan kepada khlayak.
Doung
Newsom dan James A. Wollert dalam Media Writing News for the Mass Media (1985:11)
mengemukakan dalam defenisi sederhana, berira adalah apa saja yang ingin
dan perlu diketahui orang atau lebih luas lagi oleh masyarakat.
Definisi
lain yang dikumpulkan oleh Assegaff (1983: 23-24) , diharapkan bisa memberikan
pengertian dan pemahaman yang lebih luas lagi kepada kita mengenai berita. Dean
M. Lyle spencer, misalnya, dalam News Wrintin menyatakan, berita adalah
suatu kenyataan atau ide yang benar yang dapat menarik sebagian besar pembaca.
Michael V. Charnley dalam Reporting (1965) menegaskan, berita adalah
laporan tercepat mengenai fakta dan opini yang menarik atau penting, atau
kedua-duanya, bagi sejumlah besar penduduk.[8]
D.Sembilan
Elemen Jurnalistik
Dunia
jurnalistik memiliki Sembilan elemen penting yang harus diaplikasikan dalam
menjalankan fungsinya. Sembilan elemen Jurnalistik ini merupakan cara untuk
menjaga indepensi media massa yang memiliki peran yang sangat strategis untuk
memenuhi hak-hak warga Negara.
Berikut
elemen-elemen penting agar dunia jurnalistik dapat memenuhi fungsinya.
1. Mengungkap
kebenaran
Media
massa harus mengutaman kebenaran utnuk disampaikan kepada masyarakat. Kebenaran
dalam dunia jurnalistik adalah kewajiban untuk menyampaikan fakta yang
sebenarnya, tidak ditutup-tutupi karena kepentingan tertentu, dan tidak
berimbang.
Ini
sesuai dengan firman Allah SWT dalam surah Al-Maidah ayat: 8
$pkr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qçRqä. úüÏBº§qs% ¬! uä!#ypkà ÅÝó¡É)ø9$$Î/ (
wur öNà6¨ZtBÌôft ãb$t«oYx© BQöqs% #n?tã wr& (#qä9Ï÷ès? 4
(#qä9Ïôã$# uqèd Ü>tø%r& 3uqø)G=Ï9 (
(#qà)¨?$#ur ©!$# 4
cÎ) ©!$# 7Î6yz $yJÎ/ cqè=yJ÷ès? ÇÑÈ
Terjemahan:
Hai orang-orang yang beriman hendaklah
kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi
saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih
dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S Al-Maaidah: 8)
Ayat
ini secara tidak langsung memerintahkan kepada para jurnalis untuk selalu
menjadi penegak kebenaran. Mereka harus menjadi pribadi yang baik, menjdi saksi
dalam suatu perkara dengan adil dan jujur. Sama halnya ketika menyampaikan
berita, seorang jurnalis harus menyampaikan berita dengan adil dan tanpa
memihak ke salah satu pihak.
2. Komitmen
kepda Publik
Jurnalistik
sendiri berada pada silang kepentingan tiga pihak, yakni industry media,
pemasang iklan, dan publik. Setiap pihak memiliki kepentingan, namun yang harus
didahulukan sebagai loyaloitas adalah
kepada masyarakat. Prinsip ini menjauhkan dunia jurnalistik dari ajang
komersialisme, kendaraan politik, atau terkaburkannya kebenaran kerana
kepentingan pihak-pihak tertentu.
Namun
kenyataannya, inilah yang kita lihat sekarang kapitalisme media mampu membuat
wartawan dilema. Para Jurnalis kita khususnya di Indonesia dilema antara mereka
ikut penguasa (pemilik media / pemerintah) atau atau tetap pada ideologinya.
Dilain sisi, mereka harus memenuhi kepentingan publik dan di lain sisi mereka
harus menurut kepeda pemilik media.
3. Disiplin
dan ferifikasi
Media
massa menyampaikan berita, bukan cerita. Unsur yang membedadakan berita dengan
cerita adalah adanya verifikasi. Verifikasi menjamin akurasi, memisahkan fakta
dan propaganda. Kewajiban verifikasi ini pada hakikatnya adalah memberikan hak masyarakat atas suatu fakta tanpa ada tendensi dari keberpihakan.
Verifikasi
wajib dilakukan oleh setiap wartawan atau Jurnalis agar dalam pemberitaan tidak
terjadi kesalah pahaman yang nantinya akan menimbulkan fitnah. Sudah menjadi kewajiban
wartawan untuk selalu menverifikasi setiap informasi yang dianggapnya masih
kurang jelas.
4. Independensi
Objektivitas
media massa sangat dipengaruhi independensi. Independensi ini bisa juga
dimaknai sebagai kejujuran tanpa di pengaruhi oleh kedekatan hubungan, emosi
pribadi, dan hal-hal yang bersifat subjektif dalam pemberitaan.
5. Pemantau
kekuasaan
Media
massa harus mendukung demokrasi. Dalam posisinya mebela kepentingan publik,
maka pers menjadi media pemantau terhadap kekuasaan. Tujuannya mendorong
kekuasaan agar tak menghilangkan hak rakyat.
Pemantau
kekuasaan disini dapat juga dipahami bahwa media massa itu sebagai alat
pengontrol dan mengawasi jalannya pemerintahan. Yang kemudia disampaikan kepada
publik.
6. Media
kritik dan Dukungan Publik
Media
massa juga harus menjadi media dialog antara kekuasaan dan rakyat. Sesuai
dengan demokrasi, media massa seharusnya menjadi media bagi publik dalam
menyampaikan kritik, dan sekaligus sebagai media klarifikasi bagi kekuasaan.
Dalam
artian, media massa memiliki tugas sebagai penyambung lidah antara pemerintah
dan rakyat. Agar apa yang menjadi keluhan dan keinginan oleh masyarakat dapat sampai
ketelinga pemerintah.
7. Menarik
dan Relevan
Media
massa harus mampu menyampaikan fakta dengan cara yang menarik. Jika tidak,
kebenaran tidak akan terkomunikasi. Namun, prinsip menarik tersebut tidak boleh
mengabaikan prisip relevan. Relevan disni maksudnya ialah selain menarik berita
yang diasmpaikan juga harus sesuai dengan apa yang ada. Berita bukan hanya
menarik akan tetapi berita juga harus memiliki nilai penting untuk diketahui
oleh khalayak.
8. Proporsional
dan Komprehensif
Media
massa harus menyampaikan fakta secara kemprehansif dan proporsional. Dua hal ini
adalah kunci utama untuk mencapai akurasi. Komprehensi berarti luas dan
menyeluruh, proporsional berarti seimbang.
9. Mengikuti
hati nurani
Jurnalisme
hendaknya mengikuti hati nurani. Hati nurani mengakomodasi etika dan estetika.
Dengan hati nurani, jurnalisme bisa mengambil intisari dari suatu masalah yang
biasa. Hati nurani juga menyuarakan kebenaran umum yang merupakan anugerah
Tuhan kepada setiap manusia.[9]
Dengan
mengikuti hati nurani maka berita-berita kebenaran akan tersampaikan. Namun
seperti yang saya sampaikan pada bagian sebelumnya, bawha tidak mudah bagi
seorang Jurnalis untuk dapat mengikuti hati nuraninya dalam menyampaikan berita
apalagi yang terkait dengan penguasa.
Kapitalisme
media mengalahkan ideology yang seharusnya dimiliki oleh suatu media. Media tak
lagi sepenuhnya berpihak kepada rakyat dan hati nurani mereka tunduk kepada
penguasa (pemilik Media). Perlua diketahui bahwa sebagian besar pemilik media
khususnya media-media besar meraka bukan dari kalangan wartawan, jadi wajar
jika mereka tidak tahu.
E. Kode
Etik Jurnalistik (KEJ) dan Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI)
Etika
jurnalistik penting, bukan hanya untuk memelihara dan menjaga standar kualitas
pekerjaan si jurnalis, tetapi juga untuk melindungi atau menghindarkan khalayak
masyarakat dari kemungkinan dampak yang merugikan dari tindakan atau perilaku
keliru dari si jurnalis bersangkutan. Selain etika jurnalistik, khusus bagi
jurnalis media penyiaran harus mematuhi yang namanya Pedoman Prilaku Penyiaran
dan Standar Pedoman Siaran. Jika kode etik dan P3 SPS dapat di jalankan dengan
baik, saya sangat yakin mutu berita dan siaran kita di Indonesia terlebih lagi
dii Sulawesi selatan pasti lebih baik, sehat dan bermutu demi kepentingan
masyarakat umum.[10]
Pada
dasarnya, bukan hanya profesi Jurnalis yang memiliki kode etik tersendiri akan
tetapi, setiap profesi memiliki kode etik tersendiri. Misalnya, profesi dokter,
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) juga membpunyai kode etik yang harus dipatuhi
oleh semua dikter Indonesia. Kode etik berfungsi sebagai alat pengontrol dan
menjadi pegangan bagi setiap profesi agar mereka menjalankqn tugasnya dengan
baik. Kode Etik Jurnalistik (KEJ) akan mengontrol para Jurnalis dalam
menjalankan tugasnya sebagai pencari, pengolah dan penyampai berita agar mereka
tidak melenceng dari undang-undang yang berlaku.
a. Kode
Etik Jurnalistik (KEJ)
1. Pasal
1, warteawan Indonesia bersikan independen, menghasilkan berita yang akurat,
berimbang, dan tidak beritakat buruk.
Bersikap independen; Maksudnya
ialah seorang bebas dari interfensi dari pihak manapun dalam menyampaikan
berita.
Menghasilkan berita yang
akurat; Maksudnya ialah Jurnalis dalam menyampaikan berate harus
akurat, tepat dan sesuai dengan fakta.
Berimbang;
dalam pemberitaan Jurnalis tidak boleh ada keberpihakan antara satu pihak
dengan pihak yang lain, seorang Jurnalis harus meberitakan secara berimbang
“cover both side”
Tidak beritikan buruk;
maksudnya ialah dalam menyampaika berita, Jurnalis tidak boleh menyampaian
berita yang nantinya dapat menimbulkan fitnah, atau wartawan tidak boleh
sengaja menyampaikan berita kerena memiliki tujuan tertuntu (Tujuan buruk)
2. Pasal
3; wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang professional dalam melaksanakan
tugas jurnalsistik. Menurut penulis, professional disini berarti dalam menjalan
kan tugas, seorang Jurnalis harus menunjukkan kartu identitas sebagai wartawan.
Selain menunjukkan kartu identitas Jurnalis juga menunjukkan surat tugas dari
perushaan media dimana wartawan itu bekerja.
Professional juga berarti
bahwa dalam menjalankan tugas, seorang Jurnalis harus menempu cara-cara sesuai
dengan standar jurnalistik yang berlaku.
3. Pasal
3; wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang,
tidak mencamprkan fakta dan opini menghakimi, serta menerapkan asas-asas praduga
tak bersalah.
4. Pasal
4; wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul
Berita bohong;
bohong disisni berarti berita yang tidak benar, masih samar-samar, dan belum
jelas infoormasinya. Jadi sebelum membuat berita, seorang Jurnalis harus
menverifikasi terlebih dahulu kebenaran berita tersebut.
Berita fitnah;
artinya berita bohong yang sengaja dibuat untuk menjatuhkan seseorang. Seorang Jurnalis tidak diberkan sengaja
menyebarkan berita berita bohong dengan tujuan menjatuhkan atau menghancurkaqn
seseorang.
Berita sadis;
wartawan tidak boleh memberitakan secara jelas koban pembunuhan sadis misalnya
korban mutilasi.
Berita cabul;
dalam artian, Jurnalis tidak boleh memberitakan secara gambling dan jelas
proses terjadinya maupun korban pemerkosaan atau sejenisnya.
5. Pasal
5; watawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas Korban
kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku
kejahatan. Ini dimaksudkan agar korban maupun pelaku tidak mengalami pengucilan
di lingkungan sosialnya. Dan demi untuk menjada nama baik keluarga.
6. Pasal
6; wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan menerima suap. Artinya
tidak dibenarkan seorang Jurnalis memanfaatkan profesinya sebagai wartawa untuk
memeras seseorang atau narasumber. Dan wartawan Indonesia tidak boleh menerima
suap dari pihak manapun.
7. Pasa
7; Wartawan Indonesia memilik hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak
bersedia tidak diketahui identitasnya maupun keberadaanya, menghargai ketentuan
embargo, informasi latar belakang, dan ”off the record” sesuia dengan
kesepakatan.
Ini dimaksudkan untuk
menjaga dan melindungi keselamtan narasumber dari orang-orang yang ingin
mencelakainya.
8. Pasal
8; wartwwan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau
deskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kuliat,
agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah,
miskin, sakit, cacat jiwa, atau cacat jasmani.
Seorang Jurnalis tidak
dibenarkan untuk menyiarkan berita atas dasar
prasangka/ opini sendiri, wartwan Indonesia tidak boleh membuat berita
kerana perbedaan latar belakang agama maupuun ras yang dapat menimbulkan konflik.
9. Pasal
9; wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang. Kehidupan pribadinya,
kecuali untuk kepentingan public.
10. Pasal
10; wartawan Indonesia segera mencabu, meralat, dan memperbaiki berita yang
keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca,
pendengar dan atau pemursa.
11. Pasal
11; wartawan Indonesia melayani hak jawab dan koreksi secara proporsional.
b. Kode
Etik Wartawan Indonesia
1. Wartawan
Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar,
2. Warteawan
Indonesia menempuh tatacara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan informasi
serta serta memberikan identitas kepada
sumber informasi.
3. Wartawan
Indonesia menghormati asa praduga tak bersalah, tidak mencapurkan fakta dan
opini, berimbang, dan selalu meneliti kebenaran informasi serta tidak melakukan
plagiat.
4. Wartawan
Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis, cabul,
serta tidak meneyebutkan identitas korban kejahatan susila.
5. Wartawan
Indonesia tidak menerima suap dan tidak menyalahgunakan profesi.
6. Wartawan
Indonesia memiloiki hak tolak, menghargai ketentuan embargo, informasi latar
belakang, dan off the records sesuai kesepakatan.
7. Wartawan
Indonesia segera mencabut, dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan serta melayani hak jawab.
Kalau
kita perhatikan antara Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan Kode Etik Wartawan
Indonesia, hamper tidak ada perbedaan semuanya sama. Kode Etik Jurnalistik
(KEJ) maupun Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) masing-masing mengharapkan
bagaimana wartawa/Jurnalis lebih profesonal dalam menjalankan tugasnya.
F. Jenis-Jenis Berita
a. Sright
News Report
Straight news report adalah
laporan langsung mengenai peristiwa. Misalnya, sebuah pidato biasanya merupakan
berita-berita langsung yang hanya menyajikan apa yang terjadi dalam waktu
singkat. Berita memiliki nilai penyajian objektif tentang fakta-fakta yang dapat dibuktikan. Biasanya,
berita jenis ini ditulis dengan unsur-unsur yang dimulai dari what, who, when,
where, why, how (5W+1H)
b. Depth
News Report
Depth news report
laporan yang sedikit berbeda dengan straight news report. Reporter atau
waretawan menghimpun informasi dengan fakta-fakta mengenai peristiwa itu
sendiri sebagai informasi tambahan untuk peristwa tersebut. Dalam sebuah depth
report tentan pidato pemilihan calon presiden, reporter akan memasukkan pidato
itu sendiri dan dibandingkan dengan pernyataan-pernyataan yang telah
dikeluarkan oleh calon presiden tersebut beberapa waktu lalu. Jenis laporan ini
memerlukan engalihan informasi, bukan opini reporter. Fakta-fakta yang nyata
masih tetap besar.
c. Comprehensive News
Comprehensive News merupakan
laporan tentang fakta yang bersifat menyeluruh ditinjau dariberbagai aspek.
Berita menyeluruh, sesungguhnya merupakan jawaban terhadap titik sekaligus
kelemahan yang terdapat dalam berita langsung (srtiaght news). Sebagai
gambaran, berita langsung bersifat sepotong-potong, tidak utuh , hanya
merupakan serpihan fakta setiap hari. Berita langsung seperti tidak peduli
dengan hubungan atau keterkaitan antara berita yang satu dan berita yuang lain.
Analog dengan dunia tinju, berita langsung bersifat Hit and Run (pukul dan
lari)). Merita menyeluruh, mencoba menggabungkan berbagai serpihan fakta itu
dalam bangunan cerita peristiwa sehingga benang merahnya terliha dengan jelas.
d. Interpretative News
Interpretative News lebih
dari sekedar straight news dan depth news. Berita Interpretative News biasanya
menfokuskan sebuah isu, maslah, atau peristiwa-peristiwa controversial. Namun
demikian, focus laporan beritanya masih berbicara mengenai fakta yang terbukti
bukan opini. Dalam jenis laporan ini, reporter menganalisis dan menjelaskan.
Karena laporan interertatif bergantung kepada pertimbangan nilai dan fakta,
maka sebagian pembaca menyebutnya sebagi “oponi”. Biasanya, para reporter
interpretative menemui sedikit masalah dalam pencarian fakta. Mereka umumnya
mencoba menerangkan berbagai peristiwa publik. Sumber informasi biasa diperoleh
dari narasumber yang mungkin hanya memberikan informasi yang sesuia dan
kebutuhan mereka. Laporan interpretative biasanya dipusatkan untuk menjawab
pertanyaan mengapa. Misalnya, mengapa walikota mengeluarkan pernyataan
tersebut, menunjuk itu, dan mengadakan perjalanan itu? Pendeknya, berita
interpretative bersifat bertanya, apa makna sebenarnya dari peristiwa itu.
e. Feature Story
Berbeda
dengan straight news, depth news atau interpretatif news. Dalam laporan-laporan
berita tersebut, reporter menyajikan informasi penting untuk para pembaca.
Sedangkan feature, penulis mencari fakta untuk menarik perhatian pembaca.
Penulis feature menyajikan suatu pengalaman pembaca (reading experiences) yang
lebih bergantung pada gaya penulisan dan humor daripada pentingnya informasi
yang disajikan.
f.
Depth
Reporting
Depth
reporting adalah pelaporan jurnalistik yang bersifat mendalam, tajam, lengkap,
dan utuh tetntang suatu peristiwa fenomenal atau actual. Dengan membaca karya
pelaporan orang mendalam, orang akan mengetahui dan memahami dengan baik duduk
perkara suatu persoalan dilihat dari berbagai perspektif atau sudut pandang.
Pelaporan mendalam, dalam tradisi pers kita sering disajikan dalam rubric
khusus seperti laporan utama, bahasan utama, focus,. Pelaporan mendalam
disajikan dalam beberapa judul menghindari kejenuhan pembaca. Pelaporan
mendalam ditulis oleh tim, disiapkan dengan matang, memerlukan waktu beberapa
hari atau minggu, dan membutuhkan biaya
peliputan cukup besar.
g. Investigative Reporting
Inversitigative
reportingan atau laporan investigasi berisikan hal-hal yang tidak jaug beda
dengan laporan interpretative. Berita jenis ini biasanya memusatkan pada
sejumlah masalah dan kontroversi. Namun demikian, dalam laporan investigatif,
para wartawan melakukan penyelidikan
untuk memperoleh fakta yang tersembunyi demi tujuan. Prlaksanaan sering
illegal atau tidak etis
Laporan
investigative merupakan pekerjaan yang sangat berat karena seorang wartawan
harus mampu mencari fakta sampai ke akar-akarnya. Dan kenapa laporan jenis
dikatakan pelaksanaan sering illegal dan tidak etis, itu dikarenakan dalam
pelaksanaannnya seorang jurnalis terkadang harus mengindahkan kode etik
jurnalistik yang tetntunya merupakan pedoman setiap jurnalis dalam malakukan
pekerjaannya. Untuk medapatnkan informasi terkadang jurnalis harus
menyembunyikan identitasnya sebagai wartawan. Yang tentunya ini sudah melanggar
kode etik jurnalistik dimana wartawan harus bekerja secara professional dalam
hal ini memperlihatkan kartu identitasnya.
h. Editorial Writing
Editorial
writing adalah sebuah institusi yang diuji di depan sidang pendapat umum.
Editorial adalah penyajian fakta dan opini yang menafsirkan berita-berita yang
penting dan memengaruhi pendapat umum. Para penulis editorial bukan bekerja
untuk dirinya sendiri, melainkan untuk sebuah surat kabar, majalah, atau
satsiun radio. Kadang-kadang, mereka merasakan dirinya sebagai petugas
informasi masyarakat (public information officer) pada masa perang yang sering
merasa tidak yakin sejauh mana harus memberikan informasi kepada para reporter
tentan peristiwa-peristiwa militer. Seperti halnya petigas informasi, petugas
editorial mungkin akan diberi intruksi sebelum menulis.[11]
G.
Teknik Penulisan Berita
Sebelum
kita masuk bagaimana cara menulis berita, alangkah baiknya kita terlebih dahulu
mengetahui bagaimana mendapatkan dan memperolah berita. Untuk mendapatkan suatu
berita meliputi kegiatan sebagai berikut:
1. Mencari
Sebelum
menulis berita, seorang wartawan terlebih dahulu mencari informasi peristiwa
apa yang akan ditulis yang memiliki nilai berita. Inilah langkah pertama dari
pembuatan berita. Selain mencari informasi, proses mencari juga meliputi bagai
menemukan narasuber dan mengelai narasumberi.
2. Meliput
Kegiatan
Meliput adalah salah satu kegiatan dalam dunia jurnalistik untuk memperolah
berita atau informasi mengenai kejadiadian atau peristiwa penting. Kegiatan
meliput meliputi sebagai berikut.
a. Wawancara
Wawancara
adalah kegiatan pencarian informasi dengan cara menanyakan secara detail dan
mendalam, memancing dengan pertanyaan maupun mengkonfirmasikan sesuatu hal agar
dapat diperoleh gambaran yang utuh tentang individu, atau peristiwa maupun isu-isu dari informasi
yang sedang digali. Wawancara bisanya dilakukan secara langsung atau berhadapan
(face to face) atau tidak secara langsung yaitu melalui telepon, e-mail, atau
secara tertulis dengan surat kepada orang yang diwawancari (interviewer).[12]
Berarti
wawancara adalah kegiatan bertanya kepada orang lain untuk memperoleh fakta
atau latar belakang dari suatu informasi. Dalam hal ini sangat dibutuhkan
kemampuan mendengar dan kemampuan membaca kesan indera orang lain.
Sebelum
wawancara ada beberapa hal yang perlu diketahui oleh seorang Jurnalis atau
wartawan , yaitu:
ü Nama
narasumber
Nama
narasumber sangat penting untuk sebuah informasi. Selain itu, kredibilitas
narasuber juga penting untuk nilai sutu berita. Untuk menghindari kesalahan
pada nama narasumber, sebaiknya seorang Jurnalis meminta narasumber utnuk
menuliskan namanya di kertas.
ü Alamat
narasumber
Alamat
narasumber penting juga untuk diketahui oleh seorang Jurnalis, jika suatu saat
kemudian seorang Jurnalis ingin minta wawancara ulang atau minta informasi
tambahan.
ü Nomor
telepon/Hp
Sama
halnya dengan alamat, nomor telepon narasumber juga sangat penting, jika
dikemudian hari seorang Jurnalis membutuhkan informasi tambahan dan tidak
sempat mendatangi rumah narasumber.
b. Dokumentasi/Pengambillan
gambar
Dokumentasi
adalah proses pengambilan gambar mengenai suatu peristiwa atau kejadian. Untuk
wartawan media cetak dan wartwan televise dokumnetasi sangat dibutuhkan utnuk
menambah kualitas berita. Coba anda bayangkan jika seandainya media cetak
seperti Koran dan majalah tidak memiliki meiliki gambar pasti Koran tersebut
akankelihatan tidak menarik.
Begitupun
halnya dengan televisi, sebagai media penyiaran audio-visual telivisi wajib
menayangkan gambar. Karena televisi selain di dengar televisi juga dapat
dilihat. Gambar bertujuan untuk memperkuat berita mengenai suatu peristiwa.
Jenis wawancara ada beberapa macam,
yaitu sebagai berikut:[13]
Ø Wanwancara
untuk berita
Wawancara
untuk berita adalah wawancara yang bertujuan untuk mendapatkan poini dan
komentar singkat dan penting dari seorang ahli, pejabat atau pihak yang
berkompeten dengan isu-isu yang actual. Apa pun yang diucapkan narasumber tadi
memiliki niali berita yang tinggi.
Ø Wawancara
untuk berita features tentang orang terkenal.
Wawancara
untuk berita features tentang orang terkenal (Features on personality
interview) adalah wawancara dengan tujuan memperoleh pernyataan khas dari
kalangan selebritis atau pendapat yang unik dan penuh kejutan dari orang dengan
latar belakang dan karakteristik yang beragam.
Dengan
wawancara jenis ini, keunikan gaya bicara, pemilihan kata dan jargon maupun
unhgkapan-ungkapan khas narasumber harus diamati dengan dimasukkan pada laporan
untuk memberi kemenarikan dan keragaman serta kekhasan pendapat narasumbert.
Ø Wawancara
Biografis
Wawancara
biografis adalah wawancara yang berrtujuan mengungkapkan dengan lengkap dan
mendetail tentang seorang sosok narasumber seoperti prestasinya, cita-citanya,
kiat-kiat keberhasilannya, folosofis hidupnya, keluarganya, hobinya dan
sebagainya.
Dalam
wawancara jenis ini fakta yang berupa kalimat khas individu, harapan-harapannya
yang paling pribadi sekalipun harus diungkapkan dan ditonjolkan, sehingga
pembaca/pemirsa/ pendengar dapat memperoleh gambaran secara lengkap tentang
sosok yang diangkat dalam artikel profil tersebut secara jelas.
c. Menulis
hasil wawancara
Proses
wawancara s elesai, saatnya untuk seorang Jurnalis untuk menuliskan hasil
liputannya mengenai suatu kejadian atau peristiwa. Yang kemudian dikirim ke
kantor redaksi utnuk di edit ulang oleh bagian editor.
3. Peralatan liputan
Sebelum
melakukan liputan, seoarng jurnalis harus menyiapkan beberapa peralatan yang
dibutuhkan pad saat liputan. Peralatan liputan merupakan segala sesuatu atau
perlengkapan yang duganakan seorang wartawan dalam melakukan peliputan.
Peralatan liputan akan membatu jurnalis dalam melakukan pekerjaannya.
Ada
pun peralatan liputan yang harus disiapkan oleh wartawan sebelum melakukan
liputan:
v
Kamera



Sedangkan
televisi, yang memang merupakan media penyiaran yang menampilkan suara dan
gambar (Audio-Visual) harus meyajikan gambar, karena bukan televisi jika tidak
menayangkan gambar. Gambar juga untuk memperkuat atau pelengkap dari sebuh
berita yang disiarkan oleh stasiun televisi tersebut.
Jenis
kamera yang harus dibawa oleh wartawa pada saat meliput tergantung dari maedia
mana wartawan tesebut bekerja. Kamera terbagai dua yaitu kamera video, kamera
yang khusus untuk mengambil gambar bergerak.ini biasanya digunakan oleh
wartawan yang bekerja pertelevisian. Dan kemera foto, kamera yang digunakan
untuk menganbil gambar tanpa bergerak (foto). Untuk jenis kamera ini biasanya
digunakan olah wartawan yang bekerja di media cetak. Namun untuk media on line
mereka terkadang menggunakan kedua jenis kamera tersebut.
v Tape Recorder

Tidak
semua wartawan memiliki daya ingat yang kuat, maka dari itu untuk menghindari
kekeliruan dalam memperoleh informasi maka dibutuhkan alat untuk merekam suara
dari narasumber. Baik media cetak maupun madia elektronik, perekam suara sangat
dibutuhkan. Terkhusus untuk radio yang memang merupakan media penyiaran yang
hanya menyajikan suara. Wartawan radio mutlak harus memiliki alat perekam
suara.
v Buku
catatan kecil

Walaupun
teknologi semakin canggi, dengan munculnya Hp Android, smartphone sebagai hasil
dari konvergensi teknologi yang memiliki fungsi yang beragam (multifungsi).
Dengan satu alat bisa mengerjakan semuanya, mulai dari mencatat, merekan audio
atau pun vedio. Seoarng wartawan tetap harus membawa buku catatan kecil pada
saat liputan.
Buku
catatan kecil digunakan untuk mencatan biodata narasumber jika dalam rekaman
biodata narasumber tidak kedengaran/ tidak terlalu jelas. Selain itu, catatan
juga disiapkan kerana tidak menutup kemungkinan hp yang kita miliki akan
berfungsi dengan baik. Bisa jadi Hp lowbat atau hang yang mengakibatkan Hp
tidak bisa digunakan atau data di dalamnya terhapus.
4. Menulis
Dan Gaya Penulisan Berita
a. Membuat
alinea pembuka atau lead
Lead
Ringkasan dan Piramida Terbalik
Jurnalisme
sering kali disebut sebagai “literatu in a hurry”, kesusastraaan yang
terburu-buru. Dalam pekerjaan jurnalistik ada unsur ketergesa-gesaan –
kebutuhan akan kecepatan. Itu sebabnya, sejak munculnya surat kabar samapi
sekarng berkembang teknik-teknik penulisan berita yang mengacu pada kecepatan
ini, sehingga berita-berita yang ditulis di surat-surat kabar, apalagi diradio
dan televisi bentuknya singkat, padat, dan ringkas.
Tetapi
perlu diketahui bahwa tidak ada satu cara pun yang sama yang dipakai oleh surat
kabar-surat kabar dalam penulisan beritanya meskipun acuannya masih itu-itu
juga, yaitu kecepatan. Cobalah perhatikan berita-berita yang ditulis
suratkabar-suratkabr tentang peristiwa yang sama, maka kita akan mengerti
tentang maksud kalimat diatas. Meskipun demikian, jika dieprhatikan dengan
seksama, maka terlihat bahwa berita-berita yang di surat kabar umumnya
mengikuti sebuah pola, yakni pole
piramida terbalik.

Sebuah
novel atau drama atau hampir semua yang bukan tulisan berita, pada umumnya
memulia ceritanya dengan seting cerita atau latar belakang jalannya cerita,
kemudian berkembang menjadi klimaks. Tapi tidak demikian dengan berita ia
menggunakan struktur yang sebaliknya. Berita dimulai dengan ringkasan atu klimaks
dalam alinea pembukanya, kemudian dikembangkan lebih lanjut dalam alinea-alinea
berikutnya dengan memberikan rincuan cerita secara kronologis atau dalam
urutanyang semakin menurun daya tariknya. Alinea0alinea berikutnya membuat
rincian berita tersebut tubuh berita dan kalimat pembuka yang memuat ringkasan
berita disebut teras berita atau lead.
Ada
alasan praktis mengapa tulisan berita dibuat seperti demikian. Pertama-tama itu
memang sesuai naluri manusia dalam menyampaikan suatu berita yaitu, yaitu agar
berita tersebut cepat dapat ditangkap oleh pendengarnya. Coba bayangkan ketika
anda menceritakan suatu peristiwa
kecelekaan: “Eh tadi ada anak mati kerana tertabrak truk, kasihan deh!” dalam hal demikian, si pengabar pasti tidak
akan menceritakan dulu berap umur anak itu, dan bagaimana anak itu menyebrang
tanpa melihat kiri kanan sebelum truk menabraknya. Apa yang dilakukan adalah
pertama-tama membuak cerita anda dengan ringkasan cerita tentang peristiwa yang
ingin disampaikan, kemudian baru
menambah cerita itu dengan rincian yang mungkin menarik bagi yang mendengarkan.
Meringkaskan
berita dalam alinea pembuka memenag memiliki beberapa keuntungan praktis.
Diantaranya memungkinkan sebuah suratkabar yang terbuuru-buru waktu mengambil
dari kantor berita misalnya kantor berita Antara – bisa hanya mengambil alinea
pembukanya, atau lead beritanya tanpa harus menunggu beritanya secara lengkap. Lead ringlasan juga
memudahkan pembaca membnaca suatu berita, memudahkan redaktur membuat judul
berita, dan memungkinkan petugas bagian pengaturan tata letak menyusaikan
panjangnya berita kedalam kolom-kolom halam Koran dengan memotong berita mulai
dari bawah.[14]
Konsep
berita dan kriteria umum nilai berita berlaku secara universal. Artinya tidak
hanya berlaku untuk surat kabar, tabloid, dan majalah saja, tetapi juga berlaku
untuk radio, televisi, film dan bahkan juga media online internet. Secara
universal juga misalnya, berita ditulis dengan teknik melaporkan (to report),
merujuk kepada pola piramida terbalik (inverted pyramid), dan mengacu kepada rumus 5W+1H.
Berita
televise yang amat mengandalkan kekuatan suar dan gambar bergerak, senantiasa
merujuk pada teknok, pola, rumus tersebut dalam program seiaran berita mereka.
Sedangkan dalam penulisannya, seperti dituturakn muda (2003:48-54) berita
televise lebih menyukai formula gampang didengar (easy listening).
Begitu
pula dengan berita radio, teknik melaporkan, dan pola piramida terbalik, dan
rumus 5W + 1H tetap dijadikan acuan pokok. Hanya dalam penulisannya, berita
radio lebih menyukai formula A+B+C=C. keempat huruf itu merupakan kependekan
dari Accuracy (keakuratan), balance (keseimbangan) dan Clarity (kejelasan).
Hasil penjumlahan ketiga unsur itu adalah Credibility (kredibilitas). [15]
Pola
penulisan piramida terbalik
Dalam
teknik melaporkan (to report), setiap Jurnalis yakni wartawan atau reporter,
tidak boleh memasukka pendapat pribadi dalam berita yang ditulis , dibacakan
atau ditayangkannya. Berita adalah laporan tentanf fakta apa adanya ( das sein
), bukan laporan tentang fakta bagaimana bagaimana seharunya (das sollen).
Berita adalah fakta objektif. Sebagai fakta objektif, berita harus bebas dari
intervensi siapa pun dan dari pihak mana pun termasuk darikalangan Jurnalis,
editor, dan kaum investor media massa itu sendiri.
Dengan
piramida terbalik, berarti pesan disusun secara deduktif. Kesumpulan dinyatakan
terelbih dahulupada paragraph pertama,baru disusul dengan penjelasan dan uraian
yang lebih rinci pada paragraph-paragraf berikutnya. Paragraph pertama
merupakan rangkuman fakta terpenting dari seluruh uraian kisah berita (new
story). Dengan demikian, apabila
paragraph pertama merupakan pesan berita sangat penting, cukup penting, agak
kurang penting,tidak penting dan sama sekali tidak penting. Maka rumusnya
semakin ke bawa semakin tidak penting.
Berita
disajikan dengan menggunakan pola piramida terbalik karena berpijak kepada tiga
asumsi:
v Memudahkan
khalayk pembaca, pendengar atau pemirsa, yang sangat sibuk untuk untuk segera
menemukan berita yang di anggapnya menarik atau penting yang sedang dicari atau
diketahui.
v Memudahkan
editor dan reporter memotong bagian-bagian yang dianggap kurang atau tidak
penting ketika dihadapkan dengan kendala teknis, misalnya berita terlalu
panjang sementara kapling atau ruang yang tersedia sangat terbatas.
v Memudahkan
para Jurnalis dalam menyusun pesan berita melalui rumus baku yang sudah sangat
dikuasainya sekaligus untuk menghindari kemungkinan adanya fakta aau informasi
penting yang terlewat tidak dilaporkan.
Berita
ditulis dengan Rumus 5W = 1H
Berita
ditulis dengan menggunakan rumus 5W + 1 H, agar berita itu lengkap , akurat,
dan sekaligus memenuhi standar teknis
jurnalistik. Akhirnya, berita itu mudah disusun
dalam pola yang sudah baku, dan mudah serta cepat dipahami isinya oleh
pembaca, pendengar, atau pemirsa. Dalam setiap peristiwa yang dilaporkan, harus terdapat enam unsur dasar dalam
penulisan berita yakni






Keenam
unsur ini dinyatakan dalam kalimat yang ringkas, jelas, dan menarik.
Dalam
konteks Indonesia, para praktisi Jurnalis kerap menambahkan satu unsur lagi
yaitu aman (safety, S), sehingga rumusannya menjadi 5W+1H(1S). maksudnya,
berita apa pun yang disiarkan, diyakini tidak akan menimbulkan dampak negative
bagi media massa bersangkutan dan masyarakat serta pemerintah. Berita surat
kanar dan televisi, misalnya, senantiasa merujuk pada formula 5W+1H(1S) itu
dengan pertimbangan khalayak pemirsa yang dilayaninya sangat heterogen.[16]
Untuk
berita televisi, reporter televise harus menulis berita berdasarkan gambar yang
didmilikinya. Setiap gambar yang akan digunakan sebaiknya dilihat dan diperiksa
tersebih dahulu agar narasi yang akan dibuat tidak bertentangan dengan gambar. Sebuah
gambar bernilai puluhan kata, tetapi bisa saja tidak memberikan arti apa-apa
jika narasinya tidak mendukung. Penulisan skrip atau narasi bukan dimaksudkan
untuk untuk menceritakan gambar karena penonton akan dapat memahaminya sendiri.
Namun ditulis sebagai tambahan informasi jika dibutuhkan.
Gambar
yang menunjukkan dua politisi sedang berjabak tangan umunya dapat diartikan
sebagai telah tercapainya suatu kesepakatan, namun ada kalanya gambar
wajah-wajah tersenyum politisi yang berjabat tangan juga berarti tidak
tercapainya persetujuan, jabat tangan itu hanya untuk sopan santun. Jika
terdapat gambar yang bertentangan seperti ini, maka perlu diberikan penjelasan
maksud dari jabat tangan tersebut, contoh skrip berita televisi:
KEDUA
/ PEMIMPIN / POLITIK / YANG / BERSETERU / ITU // MENGAKHIRI / PEMBICARAAN /
MERAK / DENGAN / BERJABAT / TANGAN / DAN / MENEBARKAN SENYUM / WALAPUN / PERTEMUAN
/ ITU / SENDIRI / GAGA / MENGHASILKAN / KESEPAKATAN //.[17]
Sedangkan untuk berita radio yang hanya
mengandalkan suara, format berita untuk radio harus ditata sedemikian rupa,
bagaiman menciptakan theater of mind di benak pendengar. Jika naska berita
televise hanya sebagai pelengkap saja, lain halnya di radio. Naska berita
merupakan inti dari berita itu sendiri. Jadi penggunaan harus perhatikan sebaik
mungkin agar pendengar menegrti apa yang mereka dengar.
Struktur
Penulisan Berita
Hard
news / straight news biasanya ditilis dengan bentuk struktur piramida terbalik,
yakni inti berita ditulisa pada bagian awal, dan hal yang tidak penting ditulis belakangan. Soft news, news feature
dan feature ditulis dengan gaya yang tidak kaku. Hal-hal yang penting bisa
ditulis dibagian awal, namun juga tidak
mutlak. Yang penting tetap menarik untuk dibaca.
a. Penulisan
judul
Judul
merupakan inti dari teras berita. Judul harus jelas, mudah dimengerti dengan
sekali baca dan menarik, sehingga mendorong
pembaca untuk membaca lebih lanjut isi tulisan. Selain itu judul juga harus
menggigit, perlu kejelasan makna asosiatif setiap unsur subyek, obyek dan
keterangan.
Panjang
judul maksimal dua baris yang terdiri dari epat hingga enam kata. Bila panjang
judul satu baris, maksimal terdiri dari lima kata. Untuk judul berita utama
maksimal lima kata.
Semua
kata didalam judul dimulai dengan huruf besar kecuali kata sambung seperti dan, di, yang, bila, dalam ,pada, oleh, dan kata tugas lainnya
yang ditentukan redaksi.
Penulisan
judul tidak boleh dimulai dengan angka. Hindari penggunaan singkatan yang tidak
terlalu popular.
b. Langkah-Langkah
Penulisan
Hal
yang perlu diperhatikan dalam penulisan berita obyektif, seorang wartawan harus
menjaga jarak dengan peristiwa yang diangkatnya. Sebagi berita, dengan demikian seorang wartawan dilarang
melibatkan kepentingan pribadi dan pandangan subyektif atas peristiwa. Namun
tulisan harus faktual atau ditulis berdasarkan fakta dan data yang benar-benar
ditemukan dilapangan. Cover both side, tulisan harus seimbang dan berusaha
mencantumkan semua pihak yang terlbat dalam peristiwa.
Prinsip
hemat kata, prinsip dasar komunikasi menghendaki agar komunikasi berjalan
dengan epat dan jelas, dalam waktu dan ruang yang relatif terbatas, selain itu
perhatikan penggunaan bahasa yang hemat dan maksud serta inti dari tulisan bisa
dipahami. Hal ini agar berita efisien dan efektif, baik dari pemilihan diksi, membentuk kalimat,
penyusunan alinea, hingga membentu plot
seefektif mungkin, yang tepenting dalam
penulisan berita adalah pembaca muda mencerna informasi yang disampaikan.
Berita harus mengandung unsur 5W+1H,
c. Proses
atau tahap penulisan berita/ menyusun erita
Ø Fact
Organizing
Yaitu
pengorganisasian/ pengumpulan fakta oleh wartawan yang akan menulis berita.
Apakah itu hasil interview, kejadian langsung,
maupun menggunakan data-data tertulis yang telah tersedia.
Ø Lead
Decission
Yaitu
penentuan lead atau teras berita. Ingat gagal menentukan lead bisa berarti
gagal menulis berita.
Ø Word
selection
Yaitu
memilih kata-kata yang cocok, untuk mendukung penulisan berita, usahakan alur
yang runtut, jangan melompat-lompat
sehingga dapat mengganggu pemahaman pembaca.
Ø Start
To Write
Ambil
mesin ketik atau komputer, kartas, jika perlu referensi pendukung.
Konsentrasilah dalam menulis sehingga tidak keliru.[18]
H.
Jurnalis Mengembang Misi Dakwah
Kegiatan
jurnalistik merupakan kegiatan menyampaikan informasi kepada publik. Jadi pada
dasarnya kegiatan jurnalistik tidak jauh beda dan bahkan hampir sama dengan
kegiatan dakwah. Menyampaikan kebenaran sesuai dengan apa yang terjadi sudah
merupakan bagian aktifitas dakwah.
Jurnalistik Islami adalah Jurnalisme
dakwah, maka setiap jurnalis Muslim, yakni wartawan dan penulis yang beragama
Islam berkewajiban menjadikan Islam sebagai ideologi dalam profesinya, baik
yang bekerja pada media massa umum maupun media massa Islam (Muis, 2001;
Amir,1999).
Suf Kasman (2004) memberi definisi yang
lebih lengkap untuk Jurnalisme Dakwah, yaitu proses meliput, mengolah, dan
menyebarluaskan berbagai peristiwa dengan muatan nilai-nilai Islam dengan
mematuhi kaidah-kaidah jurnalistik dan norma-norma yang bersumber dari
Quran dan Hadits. Pendapat ini sejalan dengan Malik (1984) yang mendefinisikan
jurnalisme
Oleh Emha Ainun Nadjib (dalam Kasman, 2004: 20).
Menurutnya, jurnalistik Islami adalah teknologi dan sosialisasi informasi dalam
kegitan penerbitan tulisan yang mengabdikan diri kepada nilai-nilai agama
Islam.
Pada dasarnya setiap jurnalis Muslim hendaknya memiliki
karakter, sebagaimana yang dimiliki oleh Nabi Muhammad yaitu:
Satu, shiddiq. Al-shidq mengacu kepada pengertian jujur
dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan. Dalam konteks jurnalistik,
shiddiq adalah menginformasikan sesuatu yang benar dan membela serta menegakkan
kebenaran itu. Standar kebenarannya tentu saja kesesuaian
dengan ajaran Islam (Quran dan As-Sunnah).
Dua, amanah Artinya terpercaya, dapat dipercaya,
karenanya tidak boleh berdusta, merekayasa, memanipulasi atau mendistorsi
fakta.
Tiga, tabligh. Artinya menyampaikan, yakni
menginformasikan kebenaran, bukan malah memutarbalikkan kebenaran.
Empat, fathonah. Artinya cerdas dan berwawasan luas.
Jurnalis muslim dituntut mampu menganalisis dan membaca situasi,
termasuk membaca apa yang diperlukan umat dengan meneladani kecerdasan Nabi
Muhammad (prophetic intelligence). (Sumber: Romli (2003: 38-39))
Dalam skala yang lebih luas, jurnalis Muslim bukan saja
berarti para wartawan yang beragama Islam dan berkomitmen dengan ajaran agamanya,
melainkan juga cendekiawan muslim, ulama, mubalig yang cakap bekerja di media
massa dan memiliki setidaknya 5 peranan (Romli, 2003: 39-41):
Pertama, sebagai pendidik (muaddib), yaitu melaksanakan
fungsi edukasi yang Islami. Ia harus lebih menguasai ajaran agama Islam dari
rata-rata khalayak pembaca. Lewat media massa, ia berperan mendidik umat Islam
agar melaksanakan perintah-Nya dan menajuhi larangan-Nya. Ia memikul tugas
untuk mencegah umat Islam melenceng dari syariat Islam, juga melindungi umat dari
pengaruh buruk media massa nonIslami yang anti-Islam.
Kedua, sebagai pelurus informasi (musaddid). Dalam hal
ini, setidaknya ada 3 hal yang harus diluruskan oleh para wartawan Muslim.
Satu, informasi tentang ajaran dan umat Islam. Dua, informasi tentang
karya-karya atau prestasi umat Islam. Tiga, terkait jurnalis Muslim hendaknya
mampu menggali (dengan investigative reporting) tentang kondisi umat Islam di
berbagai penjuru dunia. Peran musaddid amat relevan dan penting mengingat
informasi tentang Islam dan umatnya yang datang dari pers barat biasanya bias
(menyimpang dan berat sebelah), distorsif, manipulatif, penuh rekayasa untuk
memojokkan Islam yang notabene tidak disukainya. Di sini, jurnalis Muslim
dituntut berusaha mengikis fobi Islam (Islamophobia) dari propaganda pers barat
yang anti-Islam.
Ketiga, sebagai pembaharu (mujaddid), yakni penyebar
paham pembaharuan akan pemahaman dan pengamalan ajaran Islam (reformisme
Islam). Wartawan Muslim hendaknya menjadi juru bicara para pembaharu, yang
menyerukan umat Islam memegang teguh Quran dan As-Sunnah, memurnikan pemahaman
tentang Islam dan pengamalannya (membersihkannya dari bid’ah, khurafat,
tahayul, dan isme-isme yang tidak sesuai ajaran Islam), dan menerapkannya dalam
segala aspek kehidupan umat.
Keempat, Sebagai pemersatu (muwahid), yaitu menjadi
jembatan yang mempersatukan umat Islam. Oleh karena itu, Kode Etik Jurnalistik
yang berupa impartiality (tidak memihak pada golongan tertentu dan menyajikan
dua sisi dari setiap informasi) harus ditegakkan. Wartawan muslim harus
membuang jauh-jauh sikap sektarian (berpihak sebelah pada golongan tertentu).
Kelima, Sebagai pejuang (mujahid), yaitu pejuang-pejuang
pembela Islam. Melalui media massa, wartawan muslim berusaha keras mendorong
penegakan nilai-nilai Islam, menyemarakkan siar Islam, mempromosikan citra
lslam sebagai rahmatan lilalamin.
Dalam ranah praktis, jurnalis juga dituntut memiliki
kemampuan teknis dan etis sebagaimana dituntunkan dalam Quran. Hal ini menurut
Romli (2003) dan Amir (1999) tercermin dalam berbagai bentuk akhlaqul karimah
yakni:
Satu, menyampaikan informasi dengan benar, juga tidak
merekayasa atau memanipulasi fakta (QS. Al-Hajj: 30).
Dua, bersikap bijaksana, penuh nasihat yang baik, serta
argumentasi yang jelas dan baik pula. Karakter, pola pikir, kadar pemahaman
objek pembaca harus dipahami sehingga berita yang disusun akan mudah dibaca dan
dicerna (QS. An-Nahl: 125).
Tiga, meneliti fakta/cek-ricek. Untuk mencapai ketepatan
data dan fakta sebagai bahan baku berita yang akan ditulis, jurnalis Muslim
hendaknya mengecek dan meneliti kebenaran fakta di lapangan dengan informasi
awal yang ia peroleh agar tidak terjadi kidzb, ghibah, fitnah dan namimah (QS.
Al-Hujarat: 6).
Empat, tidak mengolok-olok, mencaci-maki, atau melakukan
tindakan penghinaan sehingga menumbuhkan kebencian (QS. Al-Hujarat: 11).
Lima, menghindari prasangka buruk/su’udzon. Dalam
pengertian hukum, jurnalis hendaknya memegang teguh “asas praduga tak
bersalah”.
Quran
Karena Islam menolak setiap klaim yang tidak berdasar
pada dalil dan bukti, maka berpikir, tadabbur, meneliti dan mengkaji merupakan
kewajiban seluruh umat manusia. Allah berfirman dalam Surat An-Naml ayat 64. Artinya
demikian:“Atau siapakah yang menciptakan (manusia dari permulaannya), kemudian
mengulanginya (lagi), dan siapa (pula) yang memberikan rezki kepadamu dari
langit dan bumi? Apakah di samping Allah ada Tuhan (yang lain)? Katakanlah:
“Unjukkanlah bukti kebenaranmu, jika kamu memang orang-orang yang benar”.
Dalam konteks Islam, teori dasar tentang jurnalisme Islam
telah tertuang dalam Quran Surat Al-Hujurat ayat 6. Adapun artinya adalah: “Hai
orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu
berita, periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah
kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya, yang menyebabkan kamu menyesal
atas perbuatanmu itu”.
Ada dua pesan moral yang terkandung dalam ayat di atas.
Pertama, mewaspadai setiap orang fasik. Siapakah orang fasik itu? Dalam Quran
Surat Al-Baqarah ayat 26-27 disebutkan, "...Dan tidak ada yang disesatkan
Allah kecuali orang-orang yang fasik. (Yaitu) orang-orang yang melanggar
perintah Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang
diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat
kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang yang rugi”. Maksud ayat di atas
sudah sangat jelas. Bahwa orang fasik yaitu orang yang suka melanggar perintah
Tuhan dan kerjaannya merusak peradaban dunia.
Pesan moral kedua yaitu kewajiban setiap orang beriman
untuk selalu melakukan pengamatan, penelitian dan kroscek terhadap setiap
berita yang beredar di tengah masyarakat, khususnya yang dikeluarkan oleh
orang-orang fasik. Dalam bingkai ini, kita dituntut untuk tidak mudah percaya
kepada berita-berita yang disebarkan oleh orang fasik, baik melalui lisan
mereka langsung maupun yang terekspos melalui berbagai media massa cetak dan
elektronik yang mereka miliki.
Dalam Quran, Tuhan memberikan rekomendasi kepada setiap
Muslim agar berhati-hati terhadap berita-berita yang disiarkan oleh kaum fasik.
Lantas siapakah yang dimaksud sebagai orang-orang fasik tersebut? Dalam Quran
Surat Al-Baqarah: 26-27 disebutkan secara gamblang bahwa orang fasik yaitu
orang-orang yang melanggar perintah Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan
memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya
dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang yang rugi. Jadi, jelaslah,
orang-orang fasik adalah orang-orang yang sesat, melanggar perintah Allah, dan
membuat kerusakan di muka bumi.
Kebebasan dalam Quran terutama dalam memeluk agama.
Seperti Firman Allah di Madinah dalam Surat Al-Baqarah ayat 256. Yang artinya
adalah: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). Sesungguhnya telah
jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang
ingkar kepada thaghut (syaitan) dan beriman kepada Allah, maka Sesungguhnya ia
telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Dan bila itu terjadi, penyesalanlah yang akan kita
rasakan. Tidak hanya itu, kita juga akan dimintai pertanggungjawaban.
“Janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak ketahui. Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai
pertanggungjawabannya” (QS Al-Isra’: 36).
Tak lain ayat Quran yang dimaksudkan di atas yakni Quran
Surat Al-‘Alaq ayat 1-5. Dalam ayat tersebut Tuhan menginstruksikan kepada
Muhammad (dan juga kepada umat manusia) untuk membaca, dan mencari jati diri
manusia secara sungguh-sungguh.
Karenanya kebebasan yang diberikan harus
dipertanggungjawabkan kepada Allah. Bebas satu sisi dan tanggung jawab sisi
yang lain tidak mungkin dipisahkan. Pers bebas dalam menyiarkan sesuatu tetapi
harus mempertanggungjawabkan apa yang disiarkannya, ia harus menjamin kebenaran
yang disampaikan kepada khalayak.
“Setiap jiwa memang tidak pernah diberi tugas dan
tanggung jawab di luar kemampuannya. Namun apa yang ia kerjakan akan
dipertanggungjawabkan tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang
diusahakannya/dikerjakannya”(Q.S. Al-Thur ayat 21).
Banyak ayat Quran yang melaknat pembohong.
"Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang
tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang
pendusta" (Q.S. An-Nahl: 105).
Adil juga berarti sama dan seimbang dalam memberi
balasan. Dalam Surat An-An’am ayat 152 Allah berfirman: "Dan apabila kamu
berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu),
dan penuhilah janji Allah. yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar
kamu ingat".
Ajaran Islam mengakomodasikan etika akurasi informasi
tersebut melalui beberapa ayat seperti dalam surat Al-Hujarat ayat 6: "Hai
orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu
berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah
kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas
perbuatanmu itu".
Wartawan sebagai seorang yang mempunyai akal sebagai
pisau analisisnya akan selalu selektif dalam menerima informasi sebelum
menyiarkan kepada orang lain. Dalam surat Al-Dzumar ayat 18 Allah berfirman:
"Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di
antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan
mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal".
Dalam Quran, orang beriman diminta untuk melaksanakan
suatu kewajiaban berupa pekerjaan mengajak orang lain untuk berbuat baik,
menyuruh orang lain melaksanakan kebaikan, dan melarang orang untuk menjauhi
kemungkaran, seperti dicantumkan dalam Surat Ali Imran ayat 103: "Dan
hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang
beruntung".
Sebelum ada penemuan teknologi kertas pada era kekuasaan
Kaisar Ho-Ti dari Dinasti Han oleh Ts’ai Lun pada tahun 105 Masehi; dinamika
peradaban tulis-menulis umat manusia masih dilakukan dengan mengeksplorasi
media batu, tulang-belulang, kulit hewan, pun dedaunan. Nenek moyang kita dulu
juga memfungsikan daun lontar untuk berkarya. Zaman sudah berubah. Kini semua
sudah berubah total. [19]
Dalam hadis yang diriwatkan oleh muslim, Rasulullah SAW
bersabda:
“Barang siapa
diantara kamu melihat kemungkaran, hendaklah mengubahnya dengan tangan, jika
tidak mampu maka dengan lisan, maka jika tidak mampu maka dengan hati dan
itulah slemah-lemahnya iman (H.R. Muslim)[20]
Dalam hadist
tersebut, ada kata “biyadihi” artinya
dengan tangan. Banyak orang yang mengartikan kata biyadihi ada yang mengartikan dengan cara kekerasan, misalnya
peperangan, memukul dan dengan kekuasaan. Mungkin di zaman Rasulullah dan zaman
peperangan kata biyadihi bisa
diartikan kekerasan. Karena kondisi pada waktu itu yang memang mengharuskan
untuk berperang. Dan yang menjadi pertanyaan, apakah di zaman sekarang
kekerasan masih dibutuhkan?.
Menurut penulis, kata biyadihi dalam hadist tersebut tidak cocok lagi diartikan sebagai
kekerasan. Kata biyadihi lebih cocok
jika diartikan dakwah melalui tulisan. Dan inilah yang sebenarnya menjadi tugas
seorang jurnalis muslim bagimana dia berusaha mengubah suatu kemungkaran
melalui tulisan-tulisan meraka. Apalagi pekerjaan jurnalis adalah pekerjaan
yang berhubungan dengan tulis-menulis.
I.
Tantangan
Jurnalistik Islam
Bagi para jurnalis muslim, menerapkan niali-nilai islam
disetiap langka mereka tidak selalu mulus. Banyak tantangan dan rintangan yang
mesti dihadapi oleh setiap jurnalis. Inilah beberapa tantangan yang sering
dihadapi para jurnalis:
1.
Pemilik Media
Terkadang apa yang menjadi ideologi seorang jurnalis
harus terbentur dengan kekuasaan kepemilikan media. Para jurnalis muslim
terikat dengan peraturan pemilik media yang terkadang keluar dari Kode Etik
Jurnalistik dan nilai-nilai ajaran islam.
Dan kebanyakan jurnalis tidak bisa berbuat apa dan
terpaksa ikut pada aturan yang ada karena faktor ekonomi. Mereka takut akan
dikeluarkan jika terlalu kritis terhadap pemilik media.
2.
Penguasa (Pemerintah)
Di zaman orde baru, para pekerja media sangat tertekan.
Mereka di awsi oleh rezim yang berkuasa pada saat itu, media saat itu sangat
berhati-hati dalam mamuat suatu berita. Karena bisa saja media mereka ditutup
jika dianggap bertentangan dengan pemerintah.
Walaupun dimasa sekarang sudah ada kebebasan pesr, namun
pengaruh pemerintah atau pun parpol masih dirasakan. Dimana sebagian besar
pemilik media dikuasai oleh orang dari partai politik. Beberapa media besar di
Indonesia dipegang oleh ketua partai politik.
Media yang pada dasarnya sebgai alat kontrol untuk
mengawasi jalannya pemerintahan, kini dijadikan sebagi alat kampenye oleh
pemiliknya. Mungkin kita bisa lihat antara Tv One dan Metro Tv pada pemilihan presiden
2014 yang lalu. Kedua media ini merupakan milik dari petinggi parpol yang
masing-masing dari mereka mendukung salah satu calon presiden.
3.
Tantangan dari kaum kapitalism
Pekerja wartawan bukan pekerjaan yang mudah, pekerjaan
jenis ini dibutuhkan keberania. Pekerjaan wartawan adalah pekerjaan yang
beresiko tinggi, bahkan keselamatan jiwa seorang wartawan bisa menjadi taruhan.
Mulai dari suap hingga ancaman keselamatan dari orang yang merasa dirugikan.
Daftar Pustaka
Apriansyah,
Iwan Ogan. 201. Karis Top Sebagai Reporter , Menegenali Dunia Jurnalistik, Jakarta.
Ppm Manajemen.
Haidir
Fitra Siagian, peran dan Tanggung Jawab Jurnalis Muslim, Jurnalistik dalam
Perpektif Islam, Makassar. Alauddin University press. 21
Morissan.
2004.Jurnalistik Televisi Mutahir, (cet. I, Bojongkerta: Ghalia
Indonesia,).
Kusumaningrat,
Hikmat dan Purnama Kusumaningrat. 2009Jurnalistik Teori dan Praktik, Pers
dan Jurnalistik, Bandung. PT Remaja Rosdakrya.
Modul
pembelajaran mata kuliah CBR-Bro, h. 158
Sumadiria,
AS Haris. 2014.Jurnalitik Indonesia, Klasifikasi, Jenis dan Nilai
berita, Bandung, PT Rosdakarya Offset.
Saerozi.
2013, Ilmu Dakwah. Yogyakarta: Ombak.
Blog Andi Fadli (Komisioner/
Pengajar Komunikasi-Jurnalistik). Posted Makassar 2 Agustus 2008
pukul 23.00 Wita
Tentang Penulis

Setelah tamat di Madrasah Aliyah, kemudian pada tahun
2013 ia melanjutkan pendidikannya di tingkat perguruan tinggi. Dan sekarang
tercatat sebagai salah seorang mahasiswa di Universitas Islam Negeri (UIN)
Alauddin Makassar dengan mengambil jurusan Jurnalistik.
Selain aktif
kuliah, penulis juga aktif di berbagai organisasi kampus, yaitu pernah menjabat
sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan HMJ Junalistik tahun 2015 Devisi
Penelitian dan Pengembangan, Unit Kegiatan Mahasiswa UKM Pramuka UIN Alauddin
Makassar, dan terpilih sebagai duta Racana untuk mengikuti Perkemahan Wirakarya
Nasional Perguruan Tinggi Keagamaan (PW-PTK) di Kendari tahun 2016. Dan aktif
juga di UKM Olahraga UIN Alauddin Makassar dengan mengambil Cabang Sepak Bola.
E-Mail: Dedhysmart94@gmail.com
Fb. Dedhy Jurnalis
[1]Haidir
Fitra Siagian, peran dan Tanggung Jawab Jurnalis Muslim, Jurnalistik dalam
Perpektif Islam, Makassar. Alauddin University press. Hal 21
[2]
Iwan Ogan Apriansyah, Karis Top Sebagai Reporter , Menegenali Dunia
Jurnalistik, Jakarta. Ppm Manajemen. 2011. Hal. 32
[3]Hikmat
Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik Teori dan Praktik, Pers
dan Jurnalistik, Bandung. PT Remaja Rosdakrya. 2009. Hal 15
[4]
Iwan Ogan Apriansyah, Karis Top Sebagai Reporter , Menegenali Dunia
Jurnalistik, Jakarta. Ppm Manajemen. 2011. Hal. 26
[5]Iwan
Ogan Apriansyah, Karir Top Sebagai
Reporter , Peluang Berkarier Sebagai Reporter, Jakarta. Ppm Manajemen.
2011. Hal. 44
[7]Hikmat
Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik Teori dan Praktik, Seputar
Berita, Bandung. PT Remaja Rosdakrya. 2009. Hal 32
[8]
Drs. AS Haris Sumadiria M.Si Jurnalitik Indonesia, Klasifikasi, Jenis
dan Nilai berita, Bandung, PT Rosdakarya Offset, 2014 cet V, hal. 64
[9]
Iwan Ogan Apriansyah, Karis Top Sebagai Reporter , Menegenali Dunia
Jurnalistik, Jakarta. Ppm Manajemen. 2011. Hal. 29
[10]Blog Andi Fadli (Komisioner/ Pengajar
Komunikasi-Jurnalistik). Posted Makassar
2 Agustus 2008 pukul 23.00 Wita
[11]
Drs. AS Haris Sumadiria M.Si Jurnalitik Indonesia, Klasifikasi, Jenis
dan Nilai berita, h.68-71
[12]
Modul pembelajaran mata kuliah CBR-Bro, h. 158
[13]
Modul pembelajaran mata kuliah CBR-Bro, h. 159
[14]Hikmat
Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik Teori dan Praktik, Seputar
Berita, H. 125-126
[15]
Drs. AS Haris Sumadiria M.Si Jurnalitik Indonesia, Klasifikasi, Jenis
dan Nilai berita, h.116-117
[16]Drs.
AS Haris Sumadiria M.Si Jurnalitik Indonesia, Klasifikasi, Jenis dan
Nilai berita, hal. 117-119
[17]
Morissan, Jurnalistik Televisi Mutahir, (cet. I, Bojongkerta: Ghalia
Indonesia, 2004), h. 120
[18]
Modul pembelajaran CBR-Bro, h. 154-156
[20]
Saerozi, Ilmu Dakwah (Cet.
Yogyakarta: Ombak. 2013), h. 23
Komentar
Posting Komentar