Dasar dasar jurnalistik
Jurnalistik dalam perspektif islam
A.  Sejarah jurnalistik
Mungkin kita sudah sering mendengar istilah Jurnalistik, namun belum tahu apa sebenarnya Jurnalistik itu. Untuk mengetahui lebi jauh tentang apa sebenarnya Jurnalis jurnalistik, kita akan membahas kita akan membahas secara singkat asal usul atau sejarang singkat jurnalistik.
Berbicara tentang sejarah jurnalistik, pada dasarnya kegiatan jurnalistik sudah ada sejak zama dahulu jauh sebelum peradaban dunia. Perlu diketahui bahwa jurnalistik adalah proses pencarian, pengumpulan dan penyampain informasi. Jadi dapat dikatakan bahwa proses penyampaian informasi sudah dimulai sejak manusia pertama diciptakan yaitu nabi Adam As.
Dalam sejarah dikatakan bahwa Nabi Adam As, pernah menyampaikan informasi dari Allah kepada putranya Qabil dan Khabil untuk berkurban. Menurut hemat penulis ini merupkan salah satu bentuk proses jurnalistik yang terjadi pada masu lalu. Bagaimana mana Nabi adam As memperoleh informasi dari Allah SWT, yang kemudian di sampaikan kepada putra putranya.
Perlu diktahui bahwa Nabi diutus kedunbia ini untuk menyampaikan
Dalam pengertiannya, Nabi adalah pembawa berita. Ini menandakan bahwa jurnalistik sudah ada sejak dahulu jauh sebelum peradaban manusia. Akan tetapi istilah jurnalistik belum ada akan tetapi merupakan kegiatan jutnalistik. Namun utnuk lebih jelasnya kapan kapan kegiatan jurnalistik bermula, itu mulai pada tahun 131 SM di era Caesar Romawi, yakni ketika pihak kerajaan membuat sebuah media internal kerajaan yang disebut Acta Diurna. Sbenarnya media Acta Diurna bukan meruapak surat kabar, majalah, atau tabloid seperti yang ada sekarang. Media ini jurstru merupakan sebuah papan pengumuman yang ditempatkan disekitar istana dan tidak jauh dari kota Roma. Isinya merupakan berita-berita resmi pemerintahan yang berlaku saat itu, mulai dari peristiwa mutasi pejabat, jadwal pembayaran dan jumlah pajak yang harus dibayar oleh warga, jadwal kegiatan kenegaraan, acara keluarga pihak kekaisaran, putusan hokum yang melibatkan warganya, kegiatan militer dan pengumuman lainnya.
 Perlu diketahui bahwa istilah jurnalistik berasal dari bahasa belanda yaitu journalistiek. Seperti halnya istilah bahas inggris (journalism), merupakan terjemahan dari bahasa latim (diurnal) yang berarti harian. Jurnalistik juga berasal dari bahasa Perancis, do jour, yang berarti hari. Dengan demikian jornal berarti catatan harian tentang hal-hal yang dianggap penting yang terjadi pada hari itu. secara sederhana, jurnalistik boleh disefinisikan sebagai teknik mengolah suatu informasi sehingga layak menjadi berita.[1] Diurnalis yaitu orang yang melakukan pekerjaan jurnalistik. Profesi ini mulai berkembang seiring ditemukannya alat percetakan oleh Johannes Gutenberg pada awl abad ke-15, yang mempermudah perbanyakan media dalam waktu singkat.[2]



B.   Pengertian jurnalistik
Pada bagian sejarah jurnalistik, sudah disinggung sedikit tentang pengertian jrnalistik. Jadi sedikit banyaknya kita sudah memiliki gambaran tentang pnegrtian jurnalistik. Jurnalistik atau journalism berasal dari perkataan journal,  yang artinya catatan harian, atau catatan mengenai catatan kejadian sehari-hari atau juga bisa berarti surat kabar. Journal berasal dari perkataan Latim diurnallis, artinya harian atau tiap hari. Dari perkataan itulah lahir kata Jurnalis, yaitu orang yang melakukan pekerjaan jurnalistik.
MacDougall dalam Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat 2009 menyebutkan bahwa journalisme adalah kegiatan menghimpun berita, mencari fakta, dan melaporkan peritiwa.  Jurnalisme sangat penting dimana pun dan kapan pun. Jurnalime sangat diperluka dal;am suatu Negara demokrasi. Tak peduli apa pun perubahan-perubahan  yang terjadi dimasa depan baik social, ekonomi, politik mau pun yang lain-lainnya. Tak dapat dibayangkan, akan pernah ada saatnya ketiaka tiada seorang pun yang fungsinya mencari berita tentang peristiwa yang terjadi dan menyampaikan berita tersebut kepada khalayak ramai, dibarengi denga penjelasan tentang peristiwa itu.[3]
Jika ditinjau dalam perpektif islam, jurnalistik adalah kegiatan kenabian. Dilihat dari pengertian Nabi, yang berasal dari kata Naba yang berarti berita dan sedangakan Nabi adalah penyampai berita. Jadi dapat dikatakan bahwa Jurnalistik adalah bagian dari kegiatan kenabian dan Jurnalis di zaman sekarang bisa dikatakan orang yang mengemban tugas-tugas kenabian atau lebih kerennya lagi Jurnalis bisa disebut sebgai Nabi-nabi masa kini.
Dalam sebuah hadist dikatakan bahwa “sampaikanla walaupun satu ayat” dalam hadist ini secarang tidak langsung memerintahkan kita untuk selalu menyampikan informasi atau berita kepada khalayak. Dan inilah yang menjadi tugas utama seorang Jurnalis.
Begitu penting suatu berita, samapi-sampai Allah SWT mengabadikannya dalam alquran yaitu surat Al-Naba yaitu berarti berita besar.
Profesi jurnalistik setiap hari berkutat dengan aktifitas yang berkaitan dengan kreativitas, mulai dari mencari an menemukan gagasan, meramunya, merangcangnya, hingga akhirnya menjadi sesuatu yang bisa dinikmati masyarakat dalam waktu singkat. Profesi ini merupakan satu dari beberapa profesi yang selalu menuntut kreeativitas dalam waktu singkat.
Setiap hari, bahkan setiap jam selalu ada perubahan dalam profesi. Nyaris taka da pekerjaan sama yang berulang, yang dilakukan seorang reporter atau mereka yang berkecingpun di media massa. Kedinamisan italah yang menjadi ciri khas dunia jurnalistik. Bagi reporter yang kerja di lapangan, kondisi ini menuntut mereka untuk siap menerima perubahan setiap saat.[4]
Dilihat dari perspektif islam, Jurnalis hampir tidak ada bedanya dengan Nabi, keduanya mempunyai tugas yang sama yaitu untuk menyampaikan berita atau kabar kapada masyarakat. Jurnalis/wartawan islam dituntut untuk selain menaati kode etik jurnalistik yang ada, mereka juga dituntut untuk memiliki sifat-sifat kenabian agar dalam menjalankan tugas mereka tetap berada dalam koridor esensi jurnalistik itu sendiri.
Reporter/Jurnalis adalah profesi yang mengumpulkan dan menganalisis informasi kemudian menuliskan laporannya kepada media tempat mereka bekerja. Hasil liputan wartawan ini akan diseleksi, diolah, dan disajikan dalam bentuk berita sesuai dengan jenis medianya, seperti cetak, media elektronik, dan media online.[5]
Diantara sifat Nabi yang hendak dimiliki oleh seorang Jurnalis adalah sebagai berikut:
1.   Shiddiq
Al-shidq mengacu kepada pengertian jujur dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan. Dalam konteks jurnalistik, shiddiq adalah menginformasikan sesuatu yang benar dan membela serta menegakkan kebenaran itu. Standar kebenarannya tentu saja kesesuaian dengan ajaran Islam (Quran dan As-Sunnah).
2.   Amanah
Amanah artinya terpercaya, dapat dipercaya, karenanya tidak boleh berdusta, merekayasa, memanipulasi atau mendistorsi fakta. Inilah yang menjadi tugas seorang Jurnalis, bukan hanya Jurnalis muslim akan tetapi semua Jurnalis wajib memiliki sifat amanah.
3.   Tabligh
Tabligh artinya menyampaikan, sudah menjadi tugas seorang Jurnalis utnuk menyampaikan berita kepada khalayak. Selain itu, tabligh juga bisa artikan yakni menginformasikan kebenaran, bukan malah memutarbalikkan kebenaran
4.   Fathonah
Fathonah artinya cerdas dan berwawasan luas. Jurnalis muslim dituntut mampu menganalisis dan membaca situasi,   termasuk membaca apa yang diperlukan umat dengan meneladani kecerdasan Nabi Muhammad (prophetic intelligence). (Sumber: Romli (2003: 38-39)[6] dan istilah yang sering dihunakan di Jurusan Jurnalistik UIN Alauddin Makassar bahwa seorang Jurnalis itu “harus mengetahui banyak dari sedikit hal dan mengetahui sedikit dari banyak hal”. Maksudnya ialah Jurnalis selain menguasai bidangnya sebagai Jurnalis, Jurnalis itu juga harus memiliki npengetahuin sedikit tentang bidang ilmu lain. Dengan kata lain, seorang Jurnalis harus memiliki wawasan yang luas.s
C.   Pengertian berita
Untuk mencari pengertian berita, memang agak gampang-gampang susah. Tak banyak orang maupun wartawan yang bisa menjelasnkan apa pengertian berita. Berbicara tentang berita, dalam bahasa arab banyak istilah yang berkaitan dengan dengan berita. Misalnya, al hadist, khabar, jaded, dan Al-naba.
Kalau kita kembali ke tugas Nabi dan Rasul, yang diutus ke dunia ini untuk menyampaikan menyampiakan kabar gembira kepada umat manusia. Mungkin dari situ kita bisa menarik kesimpulan tentang pengertian berita. Berita adalah suatu peristiwa atau informasi penting yang dipublikasikan kepada khalayak.
Sama halnya dengan yang penulis dapat dibangku kuliah bahwa berita itu adalah bukan hanya penting, baru, dan menarik. Akan tetapi, suatu peristiwa atau informasi penting bisa dikatakan berita ketika sudah dipublikasikan. Seberapa penting dan menariknya suatu informasi, belum bisa dikatakan berita ketika belum di publikasikan ke khalayak ramai.
Pers barat memandang berita itu sebagai komoditi, sebagai barang dagangan yang dapat diperjual belikan. Oleh karena itu, sebagai baranng dagangan ia harus menarik. Tidak he3ran kalau pers barat mendefenisikan berita seperti yang diberika raja pers dari inggris. Lord Northcliffe, yang mengatakan bahwa “News anything out of ordinary” (berita adalah segala sesuatu yang tidak biasa). Dan seorang wartawan bernama Walkley menambahkan combined with the element of surprise.” ( digabungkan dari unsur kejutan)[7]
Dalam islam sendiri dikenal dua berita yaitu berita besar atau berita biasa. Berita besar dalam islam disebut Al-Naba, Allah SWT mengabadikan suatu berita besar dalam Al-Quran yaitu pada surah Al-Naba. Sedangkan peristiwa biasa dikenal dengan istilan Al-hadist, Khabar dan Al-jadid.
Berbicara tentang difinisi berita, berikut beberapa definisi berita menurut para ahli:
Paul De Massenner dalam buku Here’s The News : Unusco Associate, menyatakan, news atau berita adalah sebuah informasi yang penting dan menarik perhatian serta minat khlayak pendengar. Charnley dan James M. Neal menuturkan, berita adalah laporan tentang suatu peristiwa, opini, kecenderungan, situasi, kondisi, interpretasi yang penting, menarik, dan masih baru dan harus secepatnya disampaikan kepada khlayak.
Doung Newsom dan James A. Wollert dalam Media Writing News for the Mass Media (1985:11) mengemukakan dalam defenisi sederhana, berira adalah apa saja yang ingin dan perlu diketahui orang atau lebih luas lagi oleh masyarakat.
Definisi lain yang dikumpulkan oleh Assegaff (1983: 23-24) , diharapkan bisa memberikan pengertian dan pemahaman yang lebih luas lagi kepada kita mengenai berita. Dean M. Lyle spencer, misalnya, dalam News Wrintin menyatakan, berita adalah suatu kenyataan atau ide yang benar yang dapat menarik sebagian besar pembaca. Michael V. Charnley dalam Reporting (1965) menegaskan, berita adalah laporan tercepat mengenai fakta dan opini yang menarik atau penting, atau kedua-duanya, bagi sejumlah besar penduduk.[8]

D.  Sembilan Elemen Jurnalistik
Dunia jurnalistik memiliki Sembilan elemen penting yang harus diaplikasikan dalam menjalankan fungsinya. Sembilan elemen Jurnalis ini merupakan cara untuk menjaga indepensi media massa yang memiliki peran yang sangat strategis untuk memenuhi hak-hak warga Negara.
Berikut elemen-elemen penting agar dunia jurnalistik dapat memenuhi fungsinya.
1.   Mengungkap kebenaran
Media massa harus mengutaman kebenaran utnuk disampaikan kepada masyarakat. Kebenaran dalam dunia jurnalistik adalah kewajiban untuk menyampaikan fakta yang sebenarnya, tidak ditutup-tutpi karena kepentingan tertentu, dan tidak berimbang.
2.   Komitmen kepda Publik
Jurnalistik sendiri berada pada silang kepentingan tiga pihak, yakni industry media, pemasang iklan, dan public. Setiap pihak memiliki kepentingan, namun yang harus didahulukan  sebagai loyaloitas adalah kepada masyarakat. Prinsip ini menjauhkan dunia jurnalistik dari ajang komersialisme, kendaraan politik, atau terkaburkannya kebenaran kerana kepentingan pihak-pihak tertentu.
Namun kenyataannya, inilah yang kita lihat sekarang kapitalisme media mampu membuat wartawan dilema. Para Jurnalis kita khususnya di Indonesia dilema antara mereka ikut penguasa (pemilik media) atau atau tetap pada ideologinya. Dilain sisi, mereka harus memenuhi kepentingan public dan di lain sisi mereka harus menurut kepeda pemilik media.
3.   Disiplin dan ferifikasi
Media massa menyampaikan berita, bukan cerita. Unsuir yang membedadakan berita dengan cerita adalah adanya verifikasi. Verifikasi menjamin akurasi, memisahkan fakta dan propaganda. Kewajiban verifikasi ini pada hakikatnya adalah  memberikan hak masyarakat atas suatu  fakta tanpa ada tendensi dari keberpihakan.
Verifikasi wajib dilakukan oleh setiap wartawan atau Jurnalis agar dalam pemberitaan tidak terjadi kesalah pahaman yang nantinya akan menimbulkan fitnah. Sudah menjadi keajiban wartawan untuk selalu menverifikasi setiap informasi yang dianggapnya masih kurang jelas.
4.   Independensi
Objektivitas media massa sangat dipengaruhi independensi. Independensi ini bisa juga dimaknai sebagai kejujuran tanpa di pengaruhi oleh kedekjatan hubungan, emosi pribadi, dan hal-hal yang bersifat subjektif dalam pemberitaan.
5.   Pemantau kekuasaan
Media massa harus mendukung demokrasi. Dalam posisinya mebela kepentingan publik, maka pers menjadi media pemantau terhadap kekuasaan. Tujuannya mendorong kekuasaan agar tak menghilangkan hak rakyat.
Pemantau kekuasaan disini dapat juga dipahami bahwa media massa itu sebagai alat pengontrol dan mengawasi jalannya pemerintahan. Yang kemudia disampaikan kepada publik.
6.   Media kritik dan Dukungan Publik
Media massa juga harus menjadi media dialog antara kekuasaan dan rakyat. Sesuai dengan demokrasi, media massa seharusnya menjadi media bagi public dalam menyampaikan kritik, dan sekaligus sebagai media klarifikasi bagi kekuasaan.
`    Dalam artian, media massa memiliki tugas sebagai penyambung lidah antara pemerintah dan rakyat. Agar apa yang menjadi keluhan dan keinginan oleh masyarakat dapat sampai ketelinga pemerintah.
7.   Menarik dan Relevan
Media massa harus mampu menyampaikan fakta dengan cara yang menarik. Jika tidak, kebenaran tidak akan terkomunikasi. Namun, prinsip menarik tersebut tidak boleh mengabaikan prisip relevan. Relevan disni maksudnya ialah selain menarik berita yang diasmpaikan juga harus sesuai dengan apa yang ada. Berita bukan hanya menarik akan tetapi berita juga harus memiliki nilai penting untuk diketahui oleh khalayak.
8.   Proporsional dan Komprehensif
Media massa harus menyampaikan fakta secara kemprehansif dan proporsional. Dua hal ini adalah kunci utama untuk mencapai akurasi. Komprehensi berarti luas dan menyeluruh, proporsional berarti seimbang.
9.   Mengikuti hati nurani
Jurnalisme hendaknya mengikuti hati nurani. Hati nurani mengakomodasi etika dan estetika. Dengan hati nurani, jurnalisme bisa mengambil intisari dari suatu masalah yang biasa. Hati nurani juga menyuarakan kebenaran umum yang merupakan anugerah Tuhan kepada setiap manusia.[9]
Dengan mengikuti hati nurani maka berita-berita kebenaran akan tersampaikan. Namun seperti yang saya sampaikan pada bagian sebelumnya, bawha tidak mudah bagi seorang Jurnalis untuk dapat mengikuti hati nuraninya dalam menyampaikan berita apalagi yang terkait dengan penguasa.
Kapitalisme media mengalahkan ideology yang seharusnya dimiliki oleh suatu media. Media tak lagi sepenuhnya berpihak kepada rakyat dan hati nurani mereka tunduk kepada penguasa (pemilik Media). Perlua diketahui bahwa sebagian besar pemilik media khususnya media-media besar meraka bukan dari kalangan wartawan, jadi wajar jika mereka tidak tahu.
E.   Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI)
Etika jurnalistik penting, bukan hanya untuk memelihara dan menjaga standar kualitas pekerjaan si jurnalis, tetapi juga untuk melindungi atau menghindarkan khalayak masyarakat dari kemungkinan dampak yang merugikan dari tindakan atau perilaku keliru dari si jurnalis bersangkutan. Selain etika jurnalistik, khusus bagi jurnalis media penyiaran harus mematuhi yang namanya Pedoman Prilaku Penyiaran dan Standar Pedoman Siaran. Jika kode etik dan P3 SPS dapat di jalankan dengan baik, saya sangat yakin mutu berita dan siaran kita di Indonesia terlebih lagi dii Sulawesi selatan pasti lebih baik, sehat dan bermutu demi kepentingan masyarakat umum.[10]
Pada dasarnya, bukan hanya profesi Jurnalis yang memiliki kode etik tersendiri akan tetapi, setiap profesi memiliki kode etik tersendiri. Misalnya, profesi dokter, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) juga membpunyai kode etik yang harus dipatuhi oleh semua dikter Indonesia. Kode etik berfungsi sebagai alat pengontrol dan menjadi pegangan bagi setiap profesi agar mereka menjalankqn tugasnya dengan baik. Kode Etik Jurnalistik (KEJ) akan mengontrol para Jurnalis dalam menjalankan tugasnya sebagai pencari, pengolah dan penyampai berita agar mereka tidak melenceng dari undang-undang yang berlaku.
a.   Kode Etik Jurnalistik (KEJ)
1.    Pasal 1, warteawan Indonesia bersikan independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritakat buruk.
Bersikap independen; Maksudnya ialah seorang bebas dari interfensi dari pihak manapun dalam menya,mpaikan berita.
Menghasilkan berita yang akurat; Maksudnya ialah Jurnalis dalam menyampaikan berate harus akurat, tepat dan sesuai dengan fakta.
Berimbang; dalam pemberitaan Jurnalis tidak boleh ada keberpihakan antara satu pihak dengan pihak yang lain, seorang Jurnalis harus meberitakan secara berimbang “cover both side”
Tidak beritikan buruk; maksudnya ialah dalam menyampaika berita, Jurnalis tidak boleh menyampaian berita yang nantinya dapat menimbulkan fitnah, atau wartawan tidak boleh sengaja menyampaikan berita kerena memiliki tujuan tertuntu (Tujuan buruk)
2.    Pasal 3; wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang professional dalam melaksanakan tugas jurnalsistik. Menurut penulis, professional disini berarti dalam menjalan kan tugas, seorang Jurnalis harus menunjukkan kartu identitas sebagai wartawan. Selain menunjukkan kartu identitas Jurnalis juga menunjukkan surat tugas dari perushaan media dimana wartawan itu bekerja.
Professional juga berarti bahwa dalam menjalankan tugas, seorang Jurnalis harus menempu cara-cara sesuai dengan standar jurnalistik yang berlaku.
3.    Pasal 3; wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencamprkan fakta dan opini menghakimi, serta menerapkan asas-asas praduga tak bersalah.
4.    Pasal 4; wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul
Berita bohong; bohong disisni berarti berita yang tidak benar, masih samar-samar, dan belum jelas infoormasinya. Jadi sebelum membuat berita, seorang Jurnalis harus menverifikasi terlebih dahulu kebenaran berita tersebut.
Berita fitnah; artinya berita bohong yang sengaja dibuat untuk menjatuhkan seseorang.   Seorang Jurnalis tidak diberkan sengaja menyebarkan berita berita bohong dengan tujuan menjatuhkan atau menghancurkaqn seseorang.
Berita sadis; wartawan tidak boleh memberitakan secara jelas koban pembunuhan sadis misalnya korban mutilasi.
Berita cabul; dalam artian, Jurnalis tidak boleh memberitakan secara gambling dan jelas proses terjadinya maupun korban pemerkosaan atau sejenisnya.
5.    Pasal 5; watawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas Korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan. Ini dimaksudkan agar korban maupun pelaku tidak mengalami pengucilan di lingkungan sosialnya. Dan demi untuk menjada nama baik keluarga.
6.    Pasal 6; wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan menerima suap. Artinya tidak dibenarkan seorang Jurnalis memanfaatkan profesinya sebagai wartawa untuk memeras seseorang atau narasumber. Dan wartawan Indonesia tidak boleh menerima suap dari pihak manapun.
7.    Pasa 7; Wartawan Indonesia memilik hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia tidak diketahui identitasnya maupun keberadaanya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan ”off the record” sesuia dengan kesepakatan.
Ini dimaksudkan untuk menjaga dan melindungi keselamtan narasumber dari orang-orang yang ingin mencelakainya.
8.    Pasal 8; wartwwan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan  berita berdasarkan prasangka atau deskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kuliat, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa, atau cacat jasmani.
Seorang Jurnalis tidak dibenarkan untuk menyiarkan berita atas dasar  prasangka/ opini sendiri, wartwan Indonesia tidak boleh membuat berita kerana perbedaan latar belakang agama maupuun ras yang dapat menimbulkan konflik.
9.    Pasal 9; wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang. Kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan public.
10.           Pasal 10; wartawan Indonesia segera mencabu, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar dan atau pemursa.
11.           Pasal 11; wartawan Indonesia melayani hak jawab dan koreksi secara proporsional.
b.   Kode Etik Wartawan Indonesia
1.    Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar,
2.    Warteawan Indonesia menempuh tatacara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan informasi serta serta memberikan  identitas kepada sumber informasi.
3.    Wartawan Indonesia menghormati asa praduga tak bersalah, tidak mencapurkan fakta dan opini, berimbang, dan selalu meneliti kebenaran informasi serta tidak melakukan plagiat.
4.    Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis, cabul, serta tidak meneyebutkan identitas korban kejahatan susila.
5.    Wartawan Indonesia tidak menerima suap dan tidak menyalahgunakan profesi.
6.    Wartawan Indonesia memiloiki hak tolak, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the records sesuai kesepakatan.
7.    Wartawan Indonesia segera mencabut, dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan  serta melayani hak jawab.
Kalau kita perhatikan antara Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan Kode Etik Wartawan Indonesia, hamper tidak ada perbedaan semuanya sama. Kode Etik Jurnalistik (KEJ) maupun Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) masing-masing mengharapkan bagaimana wartawa/Jurnalis lebih profesonal dalam menjalankan tugasnya.
F.    Teknik penulisan Berita
Sebelum kita masuk bagaimana cara menulis berita, alangkah   baiknya kita terlebih dahulu mengetahui bagaimana mendapatkan dan memperolah berita. Untuk mendapatkan suatu berita meliputi kegiatan sebagai berikut:
1.    Mencari
Sebelum menulis berita, seorang wartawan terlebih dahulu mencari informasi peristiwa apa yang akan ditulis yang memiliki nilai berita. Inilah langkah pertama dari pembuatan berita. Selain mencari informasi, proses mencari juga meliputi bagai menemukan narasuber dan mengelai narasumberi.
2.    Meliput
Kegiatan Meliput adalah salah satu kegiatan dalam dunia jurnalistik untuk memperolah berita atau informasi mengenai kejadiadian atau peristiwa penting. Kegiatan meliput meliputi sebagai berikut.
a.     Wawancara
Wawancara adalah kegiatan pencarian informasi dengan cara menanyakan secara detail dan mendalam, memancing dengan pertanyaan maupun mengkonfirmasikan sesuatu hal agar dapat diperoleh gambaran yang utuh tentang individu,  atau peristiwa maupun isu-isu dari informasi yang sedang digali. Wawancara bisanya dilakukan secara langsung atau berhadapan (face to face) atau tidak secara langsung yaitu melalui telepon, e-mail, atau secara tertulis dengan surat kepada orang yang diwawancari (interviewer).[11]
Berarti wawancara adalah kegiatan bertanya kepada orang lain untuk memperoleh fakta atau latar belakang dari suatu informasi. Dalam hal ini sangat dibutuhkan kemampuan mendengar dan kemampuan membaca kesan indera orang lain.
Sebelum wawancara ada beberapa hal yang perlu diketahui oleh seorang Jurnalis atau wartawan , yaitu:
ü Nama narasumber
Nama narasumber sangat penting untuk sebuah informasi. Selain itu, kredibilitas narasuber juga penting untuk nilai sutu berita. Untuk menghindari kesalahan pada nama narasumber, sebaiknya seorang Jurnalis meminta narasumber utnuk menuliskan namanya di kertas.
ü Alamat narasumber
Alamat narasumber penting juga untuk diketahui oleh seorang Jurnalis, jika suatu saat kemudian seorang Jurnalis ingin minta wawancara ulang atau minta informasi tambahan.
ü Nomor telepon/Hp
Sama halnya dengan alamat, nomor telepon narasumber juga sangat penting, jika dikemudian hari seorang Jurnalis membutuhkan informasi tambahan dan tidak sempat mendatangi rumah narasumber.
b.    Dokumentasi/Pengambillan gambar
Dokumentasi adalah proses pengambilan gambar mengenai suatu peristiwa atau kejadian. Untuk wartawan media cetak dan wartwan televise dokumnetasi sangat dibutuhkan utnuk menambah kualitas berita. Coba anda bayangkan jika seandainya media cetak seperti Koran dan majalah tidak memiliki meiliki gambar pasti Koran tersebut akankelihatan tidak menarik.
Begitu pun halnya dengan televisi, sebagai media penyiaran audio-visual telivisi wajib menayangkan gambar. Karena televisi selain di dengar televisi juga dapat dilihat. Gambar bertujuan untuk memperkuat berita mengenai suatu peristiwa.
          Jenis wawancara ada beberapa macam, yaitu sebagai berikut:[12]
Ø Wanwancara untuk berita
Wawancara untuk berita adalah wawancara yang bertujuan untuk mendapatkan poini dan komentar singkat dan penting dari seorang ahli, pejabat atau pihak yang berkompeten dengan isu-isu yang actual. Apa pun yang diucapkan narasumber tadi memiliki niali berita yang tinggi.
Ø Wawancara untuk berita features tentang orang terkenal.
Wawancara untuk berita features tentang orang terkenal (Features on personality interview) adalah wawancara dengan tujuan memperoleh pernyataan khas dari kalangan selebritis atau pendapat yang unik dan penuh kejutan dari orang dengan latar belakang dan karakteristik yang beragam.
Dengan wawancara jenis ini, keunikan gaya bicara, pemilihan kata dan jargon maupun unhgkapan-ungkapan khas narasumber harus diamati dengan dimasukkan pada laporan untuk memberi kemenarikan dan keragaman serta kekhasan pendapat narasumbert.
Ø Wawancara Biografis
Wawancara biografis adalah wawancara yang berrtujuan mengungkapkan dengan lengkap dan mendetail tentang seorang sosok narasumber seoperti prestasinya, cita-citanya, kiat-kiat keberhasilannya, folosofis hidupnya, keluarganya, hobinya dan sebagainya.
Dalam wawancara jenis ini fakta yang berupa kalimat khas individu, harapan-harapannya yang paling pribadi sekalipun harus diungkapkan dan ditonjolkan, sehingga pembaca/pemirsa/ pendengar dapat memperoleh gambaran secara lengkap tentang sosok yang diangkat dalam artikel profil tersebut secara jelas.
c.     Menulis hasil wawancara
Proses wawancara selesai, saatnya untuk seorang Jurnalis untuk menuliskan hasil liputannya mengenai suatu kejadian atau peristiwa. Yang kemudian dikirim ke kantor redaksi utnuk di edit ulang oleh bagian editor.

3.    Menulis Dan Gaya Penulisan Berita
a.    Membuat alinea pembuka atau lead
Lead Ringkasan dan Piramida Terbalik
Jurnalisme sering kali disebut sebagai “literatu in a hurry” , kesusastraaan yang terburu-buru. Dalam pekerjaan jurnalistik ada unsur ketergesa-gesaan – kebutuhan akan kecepatan. Itu sebabnya, sejak munculnya surat kabar samapi sekarng berkembang teknik-teknik penulisan berita yang mengacu pada kecepatan ini, sehingga berita-berita yang ditulis du surat-surat kabar, apalagi diradio dan televisi bentuknya singkat, padat, dan ringkas.
Tetapi perlu diketahui bahwa tidak ada satu cara pun yang sama yang dipakai oleh surat kabar-surat kabar dalam penulisan beritanya meskipun acuannya masih itu-itu juga, yaitu kecepatan. Cobalah perhatikan berita-berita yang ditulis suratkabar-suratkabr tentang peristiwa yang sama, maka kita akan mengerti tentang maksud kalimat diatas. Meskipun demikian, jika dieprhatikan dengan seksama, maka terlihat bahwa berita-berita yang di surat kabar umumnya mengikuti  sebuah pola, yakni pole piramida terbalik.









Text Box: Lead
(5W+1H)




 





Sebuah novel atau drama atau hamper semua yang bukan tulisan berita, pada umumnya memulia ceritanya dengan seting cerita atau latar belakang jalannya cerita, kemudian berkembang menjadi klimaks. Tapi tidak demikian dengan berita ia menggunakan struktur yang sebaliknya. Berita dimulai dengan ringkasan atu klimaks dalam alinea pembukanya, kemudian dikembangkan lebih lanjut dalam alinea-alinea berikutnya dengan memberikan rincuan cerita secara kronologis atau dalam urutanyang semakin menurun daya tariknya. Alinea0alinea berikutnya membuat rincian berita tersebut tubuh berita dan kalimat pembuka yang memuat ringkasan berita disebut teras berita atau lead.
Ada alas an praktis mengapa tulisan berita dibuat seperti demikian. Pertama-tama itu memang sesuai naluri manusia dalam menyampaikan suatu berita yaitu, yaitu agar berita tersebut cepat dapat ditangkap oleh pendengarnya. Coba bayangkan ketika anda menceritakan  suatu peristiwa kecelekaan: “Eh tadi ada anak mati kerana tertabrak truk, kasihan deh!”  dalam hal demikian, si pengabar pasti tidak akan menceritakan dulu berap umur anak itu, dan bagaimana anak itu menyebrang tanpa melihat kiri kanan sebelum truk menabraknya. Apa yang dilakukan adalah pertama-tama membuak cerita anda dengan ringkasan cerita tentang peristiwa yang ingin disampaikan,  kemudian baru menambah cerita itu dengan rincian yang mungkin menarik bagi yang mendengarkan.
Meringkaskan berita dalam alinea pembuka memenag memiliki beberapa keuntungan praktis. Diantaranya memungkinkan sebuah suratkabar yang terbuuru-buru waktu mengambil dari kantor berita misalnya kantor berita Antara – bisa hanya mengambil alinea pembukanya, atau lead beritanya tanpa harus menunggu  beritanya secara lengkap. Lead ringlasan juga memudahkan pembaca membnaca suatu berita, memudahkan redaktur membuat judul berita, dan memungkinkan petugas bagian pengaturan tata letak menyusaikan panjangnya berita kedalam kolom-kolom halam Koran dengan memotong berita mulai dari bawah.[13]
Konsep berita dan kriteria umum nilai berita berlaku secara universal. Artinya tidak hanya berlaku untuk surat kabar, tabloid, dan majalah saja, tetapi juga berlaku untuk radio, televisi, film dan bahkan juga media online internet. Secara universal juga misalnya, berita ditulis dengan teknik melaporkan (to report), merujuk kepada pola piramida terbalik (inverted pyramid),  dan mengacu kepada rumus 5W+1H.
Berita televise yang amat mengandalkan kekuatan suar dan gambar bergerak, senantiasa merujuk pada teknok, pola, rumus tersebut dalam program seiaran berita mereka. Sedangkan dalam penulisannya, seperti dituturakn muda (2003:48-54) berita televise lebih menyukai formula gampang didengar (easy listening).
Begitu pula dengan berita radio, teknik melaporkan, dan pola piramida terbalik, dan rumus 5W + 1H tetap dijadikan acuan pokok. Hanya dalam penulisannya, berita radio lebih menyukai formula A+B+C=C. keempat huruf itu merupakan kependekan dari Accuracy (keakuratan), balance (keseimbangan) dan Clarity (kejelasan). Hasil penjumlahan ketiga unsur itu adalah Credibility (kredibilitas). [14]
Pola penulisan piramida terbalik
Dalam teknik melaporkan (to report), setiap Jurnalis yakni wartawan atau reporter, tidak boleh memasukka pendapat pribadi dalam berita yang ditulis , dibacakan atau ditayangkannya. Berita adalah laporan tentanf fakta apa adanya ( das sein ), bukan laporan tentang fakta bagaimana bagaimana seharunya (das sollen). Berita adalah fakta objektif. Sebagai fakta objektif, berita harus bebas dari intervensi siapa pun dan dari pihak mana pun termasuk darikalangan Jurnalis, editor, dan kaum investor media massa itu sendiri.
Dengan piramida terbalik, berarti pesan disusun secara deduktif. Kesumpulan dinyatakan terelbih dahulu pada paragraph pertama,baru disusul dengan penjelasan dan uraian yang lebih rinci pada paragraph-paragraf berikutnya. Paragraph pertama merupakan rangkuman fakta terpenting dari seluruh uraian kisah berita (new story).  Dengan demikian, apabila paragraph pertama merupakan pesan berita sangat penting, cukup penting, agak kurang penting,tidak penting dan sama sekali tidak penting. Maka rumusnya semakin ke bawa semakin tidak penting.
Berita disajikan dengan menggunakan pola piramida terbalik karena berpijal kepada tiga asumsi:
v Memudahkan khalayk pembaca, pendengar atau pemirsa, yang sangat sibuk untuk untuk segera menemukan berita yang di anggapnya menarik atau penting yang sedang dicari atau diketahi.
v Memudahkan editor dan reporter memotong bagian-bagian yang dianggap kurang atau tidak penting ketika dihadapkan dengan kendala teknis, misalnya berita terlalu panjang sementara kapling atau ruang yang tersedia sangat terbatas.
v Memudahkan para Jurnalis dalam menyusun pesan berita melalui rumus baku yang sudah sangat dikuasainya sekaligus untuk menghindari kemungkinan adanya fakta aau informasi penting yang terlewat tidak dilaporkan.
Berita ditulis dengan Rumus 5W = 1H
Berita ditulis dengan menggunakan rumus 5W + 1 H, agar berita itu lengkap , akurat, dan sekaligus memenuhi  standar teknis jurnalistik. Akhirnya, berita itu mudah disusun  dalam pola yang sudah baku, dan mudah serta cepat dipahami isinya oleh pembaca, pendengar, atau pemirsa. Dalam setiap peristiwa yang dilaporkan,  harus terdapat enam unsur dasar dalam penulisan berita yakni
*   Apa, berari peristiwa apa yang akan dilaporkan kepada khlayak.
*   Siapa, berarti siapa yang menjadi pelaku atau siapa yang terlibat di dalam peristiwa tersebut.
*   Kapan, berarti kapat peristowa itu terjadi. Disini menunjukkan waktu peristiwa itu terjadi. Tahun, bulan, minggu, hari, jam, atau menit.
*   Dimana, berarti dimana peristiwa itu terjadi. Dalam artian “dimana” menunjukkan tempat kejadian.
*   Mengpa,dan; berarti mengapa peristiwa itu sampai terjadi. Apa alasa, penyebab dan motif peristiwa itu terjadi.
*   Bagaiman, bagaimana jalannya peristiwa atau bagai mana cara menanggulangi peristiwa tersebut. Disini lebih kepada bagaimana kronolgis dari sebuah peristiwa atau kejadian.
Keenam unsur ini dinyatakan dalam kalimat yang ringkas, jelas, dan menarik.
Dalam konteks Indonesia, para praktisi Jurnalis kerap menambahkan satu unsur lagi yaitu aman (safety, S), sehingga rumusannya menjadi 5W+1H(1S). maksudnya, berita apa pun yang disiarkan, diyakini tidak akan menimbulkan dampak negative bagi media massa bersangkutan dan masyarakat serta pemerintah. Berita surat kanar dan televisi, misalnya, senantiasa meruju pada formula 5W+1H(1S) itu dengan pertimbangan khalayak pemirsa yang dilayaninya sangat heherogen.[15]
Untuk berita televisi, reporter televise harusmenulis berita berdasarkan gambaryang didmilinya. Setiap gambar yang akan digunakan sebaiknya dilihat dan diperiksa tersebih dahulu agar narasi yang akan dibuat tidak bertentangan dengan gambar. Sebuah gambar bernilai puluhan kata, tetapi bisa saja tidak memberikan arti apa-apa jika narasinya tidak mendukung. Penulisan skrip atau narasi bukan dimaksudkan untuk untuk menceritakan gambar karena penonton akan dapat memahaminya sendiri. Namun ditulis sebagai tambahan informasi jika dibutuhkan.
Gambar yang menunjukkan dua politisi sedang berjabak tangan umunya dapat diartikan sebagai telah tercapainya suatu kesepakatan, namun ada kalanya gambar wajah-wajah tersenyum politisi yang berjabat tangan juga berarti tidak tercapainya persetujuan, jabat tangan itu hanya untuk sopan santun. Jika terdapat gambar yang bertentangan seperti ini, maka perlu diberikan penjelasan masud dari jabat tangan tersebut, contoh skrip berita televisi:
KEDUA / PEMIMPIN / POLITIK / YANG / BERSETERU / ITU // MENGAKHIRI / PEMBICARAAN / MERAK / DENGAN / BERJABAT / TANGAN / DAN / MENEBARKAN SENYUM / WALAPUN / PERTEMUAN / ITU / SENDIRI / GAGA / MENGHASILKAN / KESEPAKATAN //.[16]
           


[1] Haidir Fitra Siagian, peran dan Tanggung Jawab Jurnalis Muslim, Jurnalistik dalam Perpektif Islam, Makassar. Alauddin University press. Hal 21
[2] Iwan Ogan Apriansyah, Karis Top Sebagai Reporter , Menegenali Dunia Jurnalistik, Jakarta. Ppm Manajemen. 2011. Hal. 32
[3] Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik Teori dan Praktik, Pers dan Jurnalistik, Bandung. PT Remaja Rosdakrya. 2009. Hal 15
[4] Iwan Ogan Apriansyah, Karis Top Sebagai Reporter , Menegenali Dunia Jurnalistik, Jakarta. Ppm Manajemen. 2011. Hal. 26
[5] Iwan Ogan Apriansyah, Karis Top Sebagai Reporter , Peluang Berkarier Sebagai Reporter, Jakarta. Ppm Manajemen. 2011. Hal. 44
[7] Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik Teori dan Praktik, Seputar Berita, Bandung. PT Remaja Rosdakrya. 2009. Hal 32
[8] Drs. AS Haris Sumadiria M.Si Jurnalitik Indonesia , Klasifikasi, Jenis dan Nilai berita, Bandung, PT Rosdakarya Offset, 2014 cet V, hal. 64
[9] Iwan Ogan Apriansyah, Karis Top Sebagai Reporter , Menegenali Dunia Jurnalistik, Jakarta. Ppm Manajemen. 2011. Hal. 29
[10] Blog Andi Fadli (Komisioner/ Pengajar Komunikasi-Jurnalistik). Posted  Makassar 2 Agustus 2008 pukul 23.00 Wita

[11] Modul pembelajaran mata kuliah CBR-Bro, h. 158
[12] Modul pembelajaran mata kuliah CBR-Bro, h. 159
[13] Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik Teori dan Praktik, Seputar Berita, H. 125-126
[14] Drs. AS Haris Sumadiria M.Si Jurnalitik Indonesia , Klasifikasi, Jenis dan Nilai berita, h.116-117
[15] Drs. AS Haris Sumadiria M.Si Jurnalitik Indonesia , Klasifikasi, Jenis dan Nilai berita, hal. 117-119
[16] Morissan, Jurnalistik Televisi Mutahir, (cet. I, Bojongkerta: Ghalia Indonesia, 2004), h. 120

Komentar